1. Mata Pelajaran Muatan kurikulum SMA Negeri 1 Banjar meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII. Keluasan dan kedalaman setiap mata sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Mata pelajaran dan alokasi waktu untuk masing-masing jenjang dan program disajikan dalam tabel berikut :
A. Struktur Kurikulum Kelompok Mata Pelajaran sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan meliputi 5 kelompok mata pelajaran sebagai berikut : a. Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia b. Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian c. Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi d. Kelompok Mata Pelajaran Estetika e. Kelompok Mata Pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Cakupan Kelompok Mata Pelajaran :
NO
KELOMPOK MATA PELAJARAN
CAKUPAN
1
Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok Mata Pelajaran dan Ahklak Mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2
Kewarganegaraan dan Kepribadian
Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian dimaksudkan ntuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajiban dalam kehhidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan partriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab social ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta prilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme
3
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kelompok Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembudayaan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
4
Estetika
Kelompok Mata Pelajaran Estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahandan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Kelompok Mata Pelajaran Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerjasama dan hidp sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap dan prilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersikap kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari prilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
Struktur Kurikulum meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian kelas dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas tiga jurusan : (1) Program Ilmu Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, dan (3) Program Bahasa. Selanjutnya struktur kurikulum SMA Negeri 1 Banjar sesuai table berikut ini :
Kelas X, Program Umum
KOMPONEN
ALOKASI WAKTU
Semester 1
Semester 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
5. Matematika
4
4
6. Fisika
3**)
3**)
7. Biologi
3**)
3**)
8. Kimia
3**)
3**)
9. Sejarah
1
1
10. Geografi
1
1
11. Ekonomi
2
2
12. Sosiologi
2
2
13. Seni Budaya
2
2
14. Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
2
2
15. Tekhnologi Informasi dan Komunikas
2
2
16. English For Tourism
2
2
B. MUATAN LOKAL
17. Bahasa Bali
2
2
18. Budi Pekerti
1*)
1*)
C. PENGEMBANGAN DIRI
2*)
2*)
J U M L A H
42
42
Kelas XI dan Kelas XII Program Ilmu Pengetahuan Alam
KOMPONEN
ALOKASI WAKTU
Klas XI
Klas XII
Semester 1
Semester 2
Semester 1
Semester 2
A. MATA PELAJARAN
1. Agama
2
2
2
2
2. Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
2
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
5*)
5*)
5*)
5*)
6. Fisika
5*)
5*)
4
4
7. Kimia
4
4
5*)
5*)
8. Biologi
4
4
4
4
9. Sejarah
1
1
1
1
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Tekhnologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. English For Tourism
2
2
2
2
B. MUATAN LOKAL
14. Bahasa Bali
2
2
2
2
15. Budi Pekerti
1*)
1*)
1*)
1*)
C. PENGEMBANGAN DIRI
2**)
2**)
2**)
2**)
J U M L A H
42
42
42
42
Kelas XI dan Kelas XII Program Bahasa
KOMPONEN
ALOKASI WAKTU
Klas XI
Klas XII
Semester 1
Semester 2
Semester 1
Semester 2
A. MATA PELAJARAN
1. Agama
2
2
2
2
2. Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
5
5
5
5
4. Bahasa Inggris
6*)
6*)
6*)
6*)
5. Matematika
3
3
3
3
6. Sastra Indonesia
4
4
4
4
7. Bahasa Jepang
4
4
4
4
8. Antropologi
3*)
3*)
3*)
3*)
9. Sejarah
2
2
2
2
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Tekhnologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. English For Tourism
2
2
2
2
B. MUATAN LOKAL
14. Bahasa Bali
2
2
2
2
15. Budi Pekerti
1*)
1*)
1*)
1*)
C. PENGEMBANGAN DIRI
2**)
2**)
2**)
2**)
J U M L A H
42
42
42
42
Kelas XI dan Kelas XII Program Ilmu Pengetahuan Sosial
KOMPONEN
ALOKASI WAKTU
Klas XI
Klas XII
Semester 1
Semester 2
Semester 1
Semester 2
A. MATA PELAJARAN
1. Agama
2
2
2
2
2. Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
4
4
5*)
5*)
6. Sejarah
3
3
3
3
7. Geografi
3
3
3
3
8. Ekonomi
5*)
5*)
5*)
5*)
9. Sosiologi
4*)
4*)
3
3
10. Seni Budaya/td>
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Tekhnologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. English For Tourism
2
2
2
2
B. MUATAN LOKAL
14. Bahasa Bali
2
2
2
2
15. Budi Pekerti
1*)
1*)
1*)
1*)
C. PENGEMBANGAN DIRI
2**)
2**)
2**)
2**)
J U M L A H
42
42
42
42
*) Setelah ditambah 1 jam pelajaran **) Ekivalen 2 jam pelajaran
A. Tujuan Pendidikan Menengah Sebagaimana tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, tujuan umum Pendidikan Menengah yaitu meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
B. Visi Sekolah Perkembangan dan tantangan masa depan seperti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi dan berubahnya tatanan kehidupan di masyarakat, memicu sekolah untuk merespon tantangan sekaligus peluang yang dirumuskan dalam visi dan misi SMA Negeri 1 Banjar. Visi : Mewujudkan Insan Berbudi Pekerti Luhur dan Berprestasi Berlandaskan Tri Hita Karana Makna Visi : Dengan terciptanya hubungan yang harmonis antara sumberdaya manusia, lingkungan alam dan Sang Pencipta, SMA Negeri 1 Banjar bertekad untuk menggali, menumbuhkan dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki untuk mewujudkan insan yang berbudi pekerti luhur dan berprestasi.
C. Misi Sekolah Dalam rangka mencapai visi diatas, sekolah menetapkan misi sebagai berikut :
Meningkatkan sradha dan bhakti seluruh warga sekolah kepada Hyang Widhi melalui optimalisasi kegiatan sosial keagamaan.
Menanamkan budi pekerti luhur sebagai sumber kearifan dalam berpikir, berkata dan bertindak melalui peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama dan budi pekerti.
Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan
Menyelenggarakan kegiatan supervisi dan evaluasi yang berkualitas dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan
Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta pemberian layanan secara optimal
Menumbuhkan semangat keunggulan secara sehat dan intensif diantara warga sekolah dengan memotivasi warga sekolah untuk berkompetisi di setiap jenjang
Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya agar dapat berkembang secara optimal melalui kegiatan pengembangan diri
Menyelenggarakan kegiatan sosial kemasyarakatan secara berkelanjutan untuk menumbuhkembangkan rasa kepedulian sosial dikalangan warga sekolah
Meningkatkan pembinaan dalam apresiasi seni dan budaya
Membangkitkan kepedulian orang tua / masyarakat terhadap pendidikan
Menyelenggarakan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan lingkungan alam untuk meningkatkan kecintaan warga sekolah terhadap lingkungan alam
D. Tujuan Sekolah Tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, visi dan misi SMA Negeri 1 Banjar maka tujuan pendidikan pada SMA Negeri 1 Banjar adalah :
Seluruh warga sekolah secara sadar melaksanakan kegiatan persembahyangan baik secara mandiri maupun bersama-sama
Terwujudnya kebiasaan mengucapkan salam panganjali umat di lingkungan sekolah
Seluruh warga sekolah bersikap ramah dan sopan pada setiap orang dalam berbagai aktivitas di sekolah
Persentase kelulusan siswa mencapai100 %
Rerata Nilai Ujian minimal 8,00
Minimal terdapat tiga siswa SMA Negeri 1 Banjar yang mampu lolos OSN tingkat nasional
Lulusan SMA Negeri 1 Banjar yang melanjutkan ke perguruan tinggi minimal 50 %
Seluruh warga sekolah menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi
Seluruh tenaga pendidik berkualifikasi S-1 dan 20% berkualifikasi S-2
Seluruh tenaga pendidik mampu menggunakan bahasa Inggris dalam membuka dan menutup pelajaran
Tenaga pendidik berkualifikasi golongan IV/b mencapai 10%
A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab X pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya, ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Dengan demikian kurikulum hendaknya disusun dan dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 17 menyebutkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan SMA dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
Berkaitan dengan hal tersebut maka SMA Negeri 1 Banjar sebagai satuan pendidikan berkewajiban untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum sesuai dengan paradigm kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum yang disusun tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di SMA Negeri 1 Banjar serta kondisi riil peserta didik. Semua pertimbangan tersebut dijadikan acuan untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum sehingga tepat guna dan tepat sasaran.
Kurikulum yang disusun dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi factual di lapangan diyakini mampu meningkatkan animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SMA Negeri masyarakat. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa tingginya animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SMA Negeri 1 Banjar ternyata tidak didukung oleh pemahaman masyarakat terhadap keberadaan sekolah sebagai lembaga pendidikan umum. Rendahnya kemampuan rata-rata peserta didik dan prosentase angka melanjutkan, merupakan indikasi terhadap hal tersebut. Disamping itu keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitar lingkungan sekolah yang secara umum adalah kelompok masyarakat menengah kebawah dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani dan petani merupakan fakta yang harus direspon sebagai suatu tantangan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Menyadari akan kondisi tersebut, SMA Negeri 1 Banjar mengembangkan kurikulum operasional yang dimaksudkan selain memberikan bekal pengetahuan bagi peserta didik untuk melanjutkan kejenjang pendidikan tinggi sebagai tujuan pendidikan umum, yang menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum juga diarahkan untuk memberikan berbagai keterampilan dan kecakapan hidup yang diperuntukkan bagi peserta didik yang akan memasuki dunia kerja.
B. Landasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan untuk Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah (SD / MI), Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP / MTs), dan Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah (SMA / MA)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan
Peraturan Menteri Negara Pendayagnaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
Surat Edaran Direktorat Jendral Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Nomor 2395/C/MN/2008 Prihal Penjelasan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik SMA
Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Bali Nomor 5767/4213/Dispendik tanggal 12 Oktober 2006 tentang Pelaksanaan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan di propinsi Bali
Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng Nomor 420/608/Dispendik tanggal 30 Maret 2007 tentang Pelaksanaan Kurikulum Tingkat satuan pendidikan di kabupaten Buleleng
C. Tujuan Pengembangan Kurikulum SMA Negeri 1 Banjar bertujuan untuk :
Memberikan arah dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional
Menjadi landasan operasional dalam pencapaian delapan Standar Nasional Pendidikan
Menjadi acuan dalam pencapaian visi dan misi sekolah
Memberikan jaminan pelaksanaan program pendidikan yang berkualitas sesuai dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan peserta didik.
Mengakomodasi kebutuhan seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan di lingkungan sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian dalan KTSP adalah beracuan kriteria. Oleh karena itu, SMA Negeri 1 Banjar menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk setiap mata pelajaran sebagai acuan dalam menilai pencapaian kompetensi peserta didik. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak dapat diubah pada tengah semester.
Nilai ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi pengetahuan dan praktek dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang 0 – 100. Berkaitan dengan hal tersebut SMA Negeri 1 Banjar menentukan KKM dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan dalam pembelajaran. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang disusun berfungsi sebagai :
acuan bagi guru dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti dan
acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri dalam mengikuti penilaian mata pelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut maka SMA Negeri 1 Banjar melakukan analisis dan menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk setiap mata pelajaran. Analisis kriteria ketuntasan minimal pada setiap indikator mempertimbangkan tingkat kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik. Dari hasil analisis maka ditetapkan KKM pada setia mata pelajaran.
Tingkat kemampuan peserta didik untuk kelas X ditetapkan berdasarkan rerata nilai ujian akhir nasional SMP dan tes potensi akademik, sedangkan untuk kelas XI dan XII ditetapkan berdasarkan rerata nilai tahun pelajaran sebelumnya. Penetapan kompleksitas dan daya dukung, ditetapkan melalui analisis yang dilakukan oleh MGMP sekolah. Secara bertahap sekolah merencanakan pencapaian kriteria ketuntasan minimal secara terus menerus akan ditingkatkan untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal sebesar 75.
Remaja di satu sisi merupakan generasi harapan bangsa namun di sisi lain menghadapi banyak permasalahan yang bukan tidak mungkin akan mengganggu perkembangan fisik maupun psikologis mereka selanjutnya. Di antara persoalan yang banyak dihadapi oleh para remaja adalah persoalan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi sehat yang bukan saja berarti bebas dari penyakit atau kecacatan namun lebih daripada itu sehat termasuk secara mental dan sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja (KRR) memperoleh perhatian tidak saja di Indonesia tetapi juga secara internasional karena hasil dari berbagai penelitian terlihat bahwa para remaja makin melakukan hal-hal yang tidak mendukung konsep sehat tersebut di atas Perilaku hubungan seksual sebelum menikah makin sering dipraktekan oleh para remaja, makin banyak remaja yang terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PMS) serta tidak sedikit remaja yang melakukan tindakan aborsi (pengguguran kandungan). Analisa yang dilakukan oleh Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia atas data SDKI-97 memperlihatkan bahwa sekitar 43% responden melahirkan anak pertamanya kurang dari 9 bulan sejak tanggal pernikahannya. Meski angka tersebut meliputi angka kelahiran prematur, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa terdapat proporsi yang cukup besar di antara mereka yang telah hamil sebelum menikah.Contoh lain adalah data aborsi. Para ahli memperkirakan (tidak ada angka resmi karena aborsi adalah ilegal di Indonesia)
bahwa kasus aborsi di Indonesia adalah sekitar 2,4 juta jiwa per tahun dan sekitar 700 ribu di antaranya dilakukan oleh para remaja. Contoh di lapangan, seorang bidan di suatu kecamatan di daerah Lampung Tengah mengembangkan klinik konsultasi remaja mengatakan bahwa rata-rata setiap bulannya ia menerima 25 remaja untuk melakukan konsultasi yang berkaitan dengan kasus narkoba, PMS, kehamilan dan penanganan paska aborsi ilegal. Kasus-kasus di atas nampaknya hanyalah gunung es (iceberg), di mana jumlah kasus sesungguhnya jauh lebih banyak dari kasus yang tampak. Jika di satu sisi kecenderungan remaja untuk melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan mereka sendiri semakin meningkat, namun di sisi lain ternyata pengetahuan para remaja itu sendiri mengenai aspek kesehatan reproduksi yang harus mereka miliki sangatlah rendah. Berbagai informasi yang mereka peroleh kebanyakan bukan berasal dari mereka yang memang ahli di bidangnya,namun justru dari sumber informasi yang kadang-kadang malah menyesatkan. Masalah kultur, pola komunikasi serta kurangnya pengetahuan menyebabkan para remaja sulit berkomunikasi dengan orang di sekitarnya bahkan dengan orang tuanya sendiri; yang seharusnya dapat membantu para remaja tersebut. Kondisi kurangnya pengetahuan yang dimiliki remaja maupun orang di sekitar yang berpengaruh pada kehidupan mereka tidak seimbang dengan gencarnya pemberitaan atau pesan yang bersifat menonjolkan seks atau dalam bahasa inggris biasa disebut dengan “sexually explicit message (SEM)”, yang dapat mengilhami para remaja untuk mencoba meniru isi pesan yang mereka terima. Dalam kondisi masyarakat yang demikian, pihak yang sering menjadi korban adalah para remaja putri karena mereka sering tidak berdaya untuk menerima rajuan dan paksaan untuk melakukan hubungan seks di luar nikah. Dampak yang lebih jauh lagi adalah para remaja kemudian tidak tahu tindakan apa yang harus mereka lakukan jika kemudian mereka mengalami kehamilan yang tentu saja tidak mereka inginkan. Kesemuanya ini tentu saja membuka wawasan bahwa diperlukan suatu mekanisme untuk membantu remaja agar mereka mengetahui berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Dengan pengetahuan tersebut tentu saja tidak dimaksudkan agar para remaja mencoba melakukan hubungan seks namun justru agar mereka memiliki sikap dan tingkahlaku yang bertanggung jawab.
Melalui pendidikan tersebut diharapkan para remaja mempunyai pengetahuan mengenai anatomi serta proses reproduksinya, serta kemungkinan resiko yang timbul apabila berperilaku reproduksi yang tidak sehat. Disamping itu, pendidikan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat memanfaatkan waktu remajanya yang terbatas untuk melakukan kegiatan yang produktif dan sehat untuk mempersiapkan masa depannya.
10 Karakteristik dari Program Pendidikan Seks dan HIV yang Efektif.
Selasa, 13 Juli 2010
Kurikulum dari program pendidikan seks dan HIV yang efektif terdiri dari 10 karakteristik umum yaitu:
Fokuskan pada menurunkan satu atau lebih perilaku seksual yang menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan atau HIV/infeksi Penyakit Menular Seksual
Pendekatan-pendekatan teoritis yang digunakan sebagai dasar telah terbukti mempengaruhi perilaku kesehatan yang berkaitan lainnya dan mengidentifikasikan pendidikan seksual penting yang menjadi sasarannya
Sampaikan pesan yang jelas dan secara konsisten tentang tidak melakukan aktifitas seksual dan/atau menggunakan kondom atau bentuk lain dari kontrasepsi. Ini merupakan salah satu karakteristik penting yang membedakan program yang efektif dengan yang tidak efektif.
Sediakan informasi dasar dan akurat mengenai risiko dari aktifitas seksual remaja dan tentang cara-cara menghindari hubungan seksual atau menggunakan metode-metode perlindungan terhadap kehamilan dan Penyakit Menular Seksual.
Lakukan kegiatan yang menjelaskan tekanan-tekanan sosial yang mempengaruhi perilaku seksual.
Berikan contoh-contoh tentang praktek berkomunikasi, negosiasi dan keterampilan menolak
Gunakan metode pengajaran yang dirancang untuk melibatkan peserta dan membuat informasi sesuai dengan pribadinya masing-masing.
Gabungkan perilaku yang dituju, cara mengajar dan materi yang sesuai dengan umur, pengalaman seksual dan kebudayaan dari para pelajar
Lamanya harus sesuai (misalnya lebih dari hanya beberapa jam)
Pilih guru-guru atau ketua kelompok yang yakin akan program dan berikan mereka pelatihan yang sesuai.
Program-program pencegahan (prevention programs) yang efektif, tanpa mempedulikan isi dari progam itu sendiri memiliki enam pokok penting yang saling tumpang tindih. Program-program khusus yang dijelaskan pada buku panduan ini atau unsur-unsur umumnya dapat diadaptasi untuk digunakan pada berbagai sekolah atau tatanan masyarakat.
KRITERIA PEMILIHAN Tulisan ilmiah mengenai pencegahan perilaku anak dan remaja yang bermasalah dapat menjadi sumber yang berguna dalam menentukan peran dari intervensi untuk menunjang perilaku positif dan menunda perilaku negatif. Para peneliti dari Urban Institute meninjau acuan ini dengan memfokuskan pada program pencegahan utama yang memiliki potensi untuk digunakan di sekolah-sekolah dasar, menengah maupun menengah atas. Mereka menggunakan pencegahan/penghentian sekunder dari perilaku resiko tinggi pada waktu jumlah dari peserta cukup besar. Sebagai tinjauan suatu kerangka kerja yang berorientasi pada kesehatan masyarakat digunakan untuk mengklasifikasikan intervensi program-program dari kelompok-kelompok target: universal (masyarakat umum); selective (kelompok beresiko); dan indicated (kelompok yang telah terlibat perilaku beresiko). Tanpa mempedulikan mutu dari program, setelah ditinjau hanya beberapa tingkatan program yang memenuhi persyaratan kriteria dengan jumlah peserta yang sesuai untuk memperoleh hasil evaluasi yang dapat dipercaya.
Terdapat 51 program yang ditampilkan di dalam ringkasan ini yang diidentifikasikan sebagai program-program pencegahan yang menjanjikan. Setiap program dievaluasi paling tidak dalam suatu terbitan ilmiah yang mengacu pada masalah perilaku khusus dengan target langsung praremaja atau remaja secara individual, dalam kelompok kecil atau melalui pendekatan media. Sebagai tambahan setiap program yang terpilih memenuhi kriteria berikut:
Kelompok yang mendapat perawatan dicocokkan dengan suatu kelompok pembanding (misalnya tanpa atau dengan perawatan minimal)
Tinjauan lanjutan dilakukan paling tidak tiga bulan setelah program selesai.
Jumlah sampel mula-mula terdiri dari 100 remaja atau lebih.
Pada waktu tinjauan lanjutan final penelitian ini dilakukan, paling tidak setengah dari jumlah peserta diharapkan masih terlibat.
Adanya peningkatan signifikan secara statistik untuk paling tidak satu bentuk perilaku pada satu kelompok target.
Sub kelompok dari 21 program timbul setelah proses peninjauan yang lebih ketat. Kriteriakriteria tersebut adalah:
Setiap program mengumpulkan data mengenai masalah perilaku peserta sebelum program dimulai.
Masa tinjauan lanjutan lebih lama (paling tidak 12 bulan atau satu tahun ajaran sekolah)
Tidak kurang dari 150 orang terlibat dalam perawatan dan perbandingan.
Program ini terdiri dari peserta yang lebih banyak, pada waktu tinjauan akhir (final follow up) dilakukan terdapat 67% peserta dari setiap kelompok.
Keduapuluh satu program ini terdiri dari komponen-komponen atau mekanisme pengajaran yang menyuguhkan contoh-contoh menjanjikan untuk digandakan dan dikembangkan untuk kelompok-kelompok atau tatanan baru. Empat program pencegahan secara luas terdiri dari tinjauan dan profil dari program yang disusun sebagai berikut:
Seksual/Kesehatan Reproduksi
Penggunaan zat
Resolusi Konflik/Pencegahan Kekerasan dan
Kesehatan Mental
UNSUR-UNSUR UMUM KEBERHASILAN Pada waktu meninjau keduapuluh satu program, enam pokok utama memiliki program yang saling tumpang tindih dan isinya jelas. Persamaan-persamaan ini menunjukkan bahwa mekanismenya bekerja cukup baik dalam pencegahan perilaku bermasalah. Sebagian besar merupakan unsur-unsur yang sama yang diidentifikasikan oleh Kirby (1997) dan Tobler (1992) untuk pendidikan seks dan pendidikan obat-obatan secara terpisah. Mereka menjelaskan unsur-unsur utama dari programprogram yang efektif yang dapat diadaptasikan untuk digunakan di sekolah-sekolah dan masyarakat. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah: Semua berdasarkan teori (all are theory based). Teori perilaku sosial merupakan dasar dari semua kecuali tiga buah program dan delapan program berdasarkan teori-teori ganda (multiple theories). Teori-teori perilaku sosial mengasumsikan bahwa manusia berusaha untuk membuat pilihan-pilihan yang masuk di akal mengenai keterlibatannya dalam perilaku tertentu. Pilihanpilihan ini terkait pada persepsi keuntungan - psikologis, sosial, interpersonal, dan kesehatan – yang dihubungkan dengan perilaku yang ditampilkan versus biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian intervensi bertujuan untuk mengubah pengetahuan para peserta, sikap dan perilaku sehingga hasil yang diperoleh dengan terlibat dalam perilaku sehat melebihi biaya yang dikeluarkan. Tujuannya adalah perilaku khusus. Program yang paling efektif memiliki tujuan-tujuan yang diuraikan secara jelas dan memiliki tujuan untuk perubahan perilaku. Enambelas program menekankan pada akibat-akibat negatif dari perilaku yang disebutkan. Sebelas program mencoba untuk mengajarkan kaum muda untuk mempertanyakan keyakinan yang merugikan dan menggantikannya dengan sikap yang konsisten dengan perilaku preventif. Komponen-komponen berdasarkan keterampilan merupakan sentral. Semua program-program terpilih menggunakan hubungan interaktif murid-dengan- murid, juga murid–dengan pembimbingnya, metode pembentukan keterampilan termasuk bermain peran (role-playing) dan berlatih (rehearsal), latihan yang dibimbing (guided practice) dan umpan balik seketika (immediate feedback) - untuk menemukan perilaku bermasalah dari target. Delapanbelas program mencoba untuk meningkatkan keterampilan komunikasi verbal dan non verbal.
Tujuhbelas program mengajarkan keterampilan untuk menahan diri (resistance), latihan yang dipandu (guided practice) serta contoh berperilaku (behavioral modeling). Enambelas program terfokus pada pengaruh-pengaruh sosial yang mendorong perilaku, termasuk kelompok (peers) dan media. Tigabelas program mengajarkan keterampilan keyakinan (assertiveness skills) secara umum. Delapan program kebanyakan mengacu pada perilaku penggunaan zat (substance use behavior), dan mengajarkan keterampilan untuk menahan diri terhadap segala macam promosi yang ada. Delapan program mengajarkan keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Tersedianya kurikulum tertulis dan umpan balik pelatihan. Kebanyakan program berdasarkan kurikulum tertulis yang disampaikan oleh seorang pembimbing yang terlatih. Setengah dari program guru memberikan kurikulum setelah dilatih. Para pembicara lainnya adalah pengajar atau pakar kesehatan, pemimpin kelompok (peer leaders), orang tua dan anggota masyarakat. Proses pelatihan beragam tapi semua kecuali satu selain menggunakan materi tertulis juga praktek. Durasi waktu yang jelas dan intensitas sangat diperlukan. Program yang paling efektif pada umumnya lebih intensif dalam arti jumlah sesi dan lamanya intervensi. Dari program-program yang diamati, 14 program terdiri dari 10 jam intervensi dan 2 memiliki lebih dari 100 jam intervensi. Setengah dari program-program terdiri lebih dari 10 sesi dan beberapa diajarkan selama satu tahun ajaran sekolah atau lebih. Intervensi komponen-ganda sangat menjanjikan. Banyak program yang menggunakan berbagai macam teknik dan mekanisme penyampaian. Kebanyakan dari program-program komponen-ganda memiliki unsur ruangan kelas dan juga melibatkan masyarakat dan/atau orang tua. Delapan program melibatkan masyarakat dalam kapasitas tertentu, dan tujuh program melibatkan para orang tua. Beberapa melibatkan pendidikan kelompok yang kuat (strong peer education) atau komponen pendukung (support component). Sekitar 8 program melibatkan para pemimpin kelompok (peer leaders) yang seumur atau yang lebih tua usianya. Sekarang kebanyakan para ahli pencegahan (prevention experts) mengasumsikan bahwa terdapat suatu masalah dasar sindroma perilaku yang berpengaruh pada remaja yang berperilaku mengambil risiko (risk-taking behaviors). Mengidentifikasikan unsur-unsur umum yang dikaitkan dengan program-program pencegahan risiko yang paling efektif dibandingkan dengan isinya dapat membantu para praktisi berfikir bahwa mekanisme yang paling mungkin dapat berhasil dalam pencegahan masalah perilaku secara umum, dan lebih khususnya mengenai bagaimana mengadaptasi mekanisme ini untuk digunakan pada berbagai jenis sekolah dan tatanan masyarakat yang telah atau akan menjadi ‘siap mencegah’ (prevention ready). Terjemahan ini diambil dari Buku ‘Teen Risk-Taking: Promising Prevention Programs and Approach’, oleh Marvin Eisen,
Semua bahan buangan atau sampah seharusnya dikumpulkan menurut jenis bahan tersebut. Bahan-bahan tersebut ada yang dapat didaur ulang dan ada pula yang tidak dapat didaur ulang. Bahan yang termasuk kelompok bahan buangan/sampah yang dapat di daur ulang antara lain gelas, kaleng, botol baterai, sisa-sisa konstruksi bangunan, sampah biologi seperti tanaman, buah-buahan, kantong the dan beberapa jenis bahan-bahan kimia.
Sedangkan bahan-bahan buangan yang tidak dapat didaur ulang atau yang sukar didaur ulang seperti plastik hendaknya dihancurkan.
Karena belum ada aturan yang jelas dalam cara pembuangan jenis sampah di Indonesia, maka sebelum sampah dibuang harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau pengelola laboratorium yang bersangkutan.
Bahan-bahan buangan yang umum terdapat di laboratorium
1. Fine chemicals. Fine chemicals hanya dapat dibuang ke saluran pembuangan atau tempat sampah jika :
a. Tidak bereaksi dengan air. b. Tidak eksplosif (mudah meledak). c. Tidak bersifat radioaktif. d. Tidak beracun. e. Komposisinya diketahui jelas.
2. Larutan basa. Hanya larutan basa dari alkali hidroksida yang bebas sianida, ammoniak, senyawa organik, minyak dan lemak dapat dibuang kesaluran pembuangan. Sebelum dibuang larutan basa itu harus dinetralkan terlebih dahulu. Proses penetralan dilakukan pada tempat yang disediakan dan dilakukan menurut prosedur mutu laboratorium.
3. Larutan asam. Seperti juga larutan basa, larutan asam tidak boleh mengandung senyawa-senyawa beracun dan berbahaya dan selain itu sebelum dibuang juga harus dinetralkan pada tempat dan prosedur sesuai ketentuan laboratorium.
4. Pelarut. Pelarut yang tidak dapat digunakan lagi dapat dibuang ke saluran pembuangan jika tidak mengandung halogen (bebas Fluor, Clorida, Bromida, dan Iodida). Jika diperlukan dapat dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air keluar. Untuk pelarut yang mengandung halogen seperti kloroform (CHCl3) sebelum dibuang harus dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau pengelola laboratorium tempat dimana bahan tersebut akan dibuang.
5. Bahan mengandung merkuri. Untuk bahan yang mengandung merkuri (seperti pecahan termometer merkuri, manometer, pompa merkuri, dan sebagainya) pembuangan harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau pengelola laboratorium sebelum bahan tersebut dibuang.
6. Bahan radiokatif. Sampah radioaktif memerlukan penanganan yang khusus. Otoritas yang berwenang dalam pengelolaan sampah radioaktif di Indonesia adalah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
7. Air pembilas. Air pembilas harus bebas merkuri, sianida, ammoniak, minyak, lemak, dan bahan beracun serta bahan berbahaya lainnya sebelum dibuang ke saluran pembuangan keluar.
Beberapa bahan kimia seperti eter, metanol, kloroform, dan lain-lain bersifat mudah terbakar dan mudah meledak. Apabila karena sesuatu kelalaian terjadi kecelakaan sehingga mengakibatkan kebakaran laboratorium atau bahan-bahan kimia, maka kita harus melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
Jika apinya kecil, maka lakukan pemadaman dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Matikan sumber linstrik/ gardu utama agar listrik tidak mengganggu upaya pemadaman kebakaran.
Lokalisasi api supaya tidak merember ke arah bahaan mudah terbakar lainnya.
Jika api mulai membesar, jangan mencoba-coba untuk memadamkan api dengan APAR. Segera panggil mobil unit Pertolongan Bahaya Kebakaran (PBK) yang terdekat.
Bersikaplah tenang dalam menangani kebakaran, dan jangan mengambil tidakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Preparasi merupakan teknik laboratorium yang sangat penting dikuasai oleh setiap kimiawan. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan yang memadahi dalam teknik preparasi ini, maka akan sangat sulit untuk menjalankan eksperimen/percobaan kimia secara baik dan benar di laboratorium. Menjalankan eksperimen dengan baik dan benar juga menyangkut efisiensi dan tidak membahayakan bagi diri sendiri maupun orang lain baik yang ada disekitarnya maupun yang berada di tempat lain. Agar dapat melakukan eksperimen kimia secara baik dan benar maka perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan teknik preparasi. Tulisan ini akan memaparkan beberapa penegetahuan penting yang harus dikuasai oleh para pemula dalam disiplin ilmu kimia.
Konsentrasi Larutan. Beberapa jenis konsentrasi yang perlu diketahui dan yang sering digunakan di laboratorium antara lain:
Molaritas (M). Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut yang terdapat di dalam satu liter larutan. Misal akan di buat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 1000 mL. Diketahui bahwa Mr NaOH = 40 Maka ini berarti bahwa 1 mol NaOH massanya adalah 40 g. Sehingga untuk 0,1 mol NaOH massanya adalah 4 g. Untuk membuat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 1000 mL, maka sebanyak 4 gram kristal NaOH dilarutkan ke dalam akuades sedemikian rupa sehingga volume larutannya adalam 1000 mL atau 1 L.
Normalitas (N). Normalitas menyatakan banyaknya gram ekuivaleen (grek) zat terlarut yang terdapat dalam satu liter larutan.
Molalitas (m). Molalitas adalah menyatakan banyaknya mol zat terlarut yang terdapat dalam satu kilogram pelarut.
Fraksi mol (X). Fraksi mol adalah perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dalam larutan terhadap jumlah mol total zat-zat yang ada dalam larutan (pelarut dan zat terlarut).
Persen (%). Ada beberapa macam penyataan persentase yang sering digunakan di laboratorium, antara lain: a. persen volume volume (v/v), menyatakan banyaknya spesies kimia yang ada di dalam larutan yang dinyatakan dalam satuan mL per 100 mL larutan. b. Persen berat/volume (b/v), menyatakan banyaknya spesien kimia yang ada di dalam larutan yang dinyatakan dalam satuan berat (gram) per 100 gram larutan.c. Persen berat/berat, menyatakan banyaknya spesies kimia yang ada di dalam larutan atau campuran/padatan yang dinyatakan dalam satuan gram per 100 gram larutan atau campuran atau padatan.
Alat yang akan digunakan dalam eksperimen atau percobaan kimia harus disesuaikan dengan jenis dari bahan yang akan ditangani. Bahan-bahan tersebut dapat berupa cairan, padatan, atau gas.
Bahan-bahan berupa cairan. Untuk menangani bahan berupa cairan diperlukan alat-alat gelas seperti Gelas Ukur, Pipet Gondok, Labu Takar, Erlenmeyer, Corong, dan lain-lainnya.
Bahan-bahan berupa padatan. Untuk menangani bahan berupa padatan, terutama padatan dalam bentuk serbuk dibutuhkan alat-alat sebagai berikut: Alat Timbang, Gelas Arloji, Spatula/Sendok Sungu, Corong, dan Erlenmeyer.
Bahan-bahan berupa gas. Untuk menangani bahan-bahan berupa gas diperlukan alat-alat dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan untuk setiap jenis gas. Hal ini dikarenakan setiap jenis gas mempunyai karakteristik dan resiko yang dihadapi oleh pengguna lebih tinggi daripada bila menangani bahan-bahan cair maupun padatan.
a. Kristalisasi dan Rekristalisasi. Kristalisasi adalah suatu teknik untuk mendapatkan bahan murni suatu senyawa. Dalam sintesis kimia banyak senyawa-senyawa kimia yang dapat dikristalkan. Untuk mengkristalkan senyawa-senyawa tersebut, biasanya dilakukan terlebih dahulu penjenuhan larutan kemudian diikuti dengan penguapan pelarut serta perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Pengkristalan dapat pula dilakukan dengan mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah di dlam lemari es atau freezer. Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Seringkali senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kiia memiliki kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi. Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (direfluks) sampai semua senyawa tersebut larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut sudah larut secara sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Setelah senyawa/solut tersebut larut sempurna di dalam pelarut baik dengan pemanasan maupun tanpa pemanasan, maka kemudian larutan tersebut disaring dalam keadaan panas. Kemudian larutan hasil penyaringan terssebut didinginkan perlahan-lahan sampai terbentuk kristal.
Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut. Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi dan rekristalisasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat kelarutannya.
Titik didih pelarut harus di bawah titik lebur senyawa yang akan di kristalkan.
Titik didih pelarut yang rendah sangat menguntungkan pada saat pengeringan.
Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap senyawa yang akan dikristalkan atau direkristalisasi.
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kritalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal secara pasti, maka kita setidak-tidaknya kita harus mengenal komponen penting dari senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita ketahui sebaiknya adalah gugus-gugus fungsional senyawa tersebut. Apakah gugus-gugus tersebut bersifat hidrofobik atau hidrofilik. Dengan kata lain kita minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalkan atau rekristalisasi. Setelah polaritas senyawa tersebut kita ketahui kemudian dipilihlah pelarut yang sesuai dengan polaritas senywa tersebut.
b. Sublimasi. Sublimasi adalah peristiwa penguapan secara langsung padatan kristalin ke dalam fasa uap. Contoh klasik sublimasi adalah penguapan kamfer (kapus barus). Sublimasi dapat digunakan sebagai metode pemurnian padatan kristalin. Beberapa senyawa kimia dapat menyublim pada temperatur dan tekanan kamar, namun banyak yang beru dapat menyublim apabila tekanan diturunkan. Untuk mendapatkan bahan murni, fasa uap bahan tersublim didinginkan secara perlahan-lahan sehingga terbentuk kristal.
c. Destilasi. Destilasi juga merupakan salah satu teknik memurnikan senyawa kimia. Senyawa yang akan dimurnikan harus berupa cairan. Destilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih senyawa-senyawa di dalam larutan. Senyawa-senyawa yang dimurnikan akan terpisah berdasarkan perbedaan titik didihnya. Senyawa-senyawa dengan titik didih rendah akan terpisah terlebih dahulu diikuti dengan senyawa-senyawa yang memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Untuk mengetahui kemurnian suatu senyawa hasil pemurnian seperti yang telah dijelaskan di atas, maka digunakan beberapa teknik uji kemurnian bahan yang relatif sederhana seperti uji titik leleh, uji indeks bias, uji berat jenis, uji titik didih, dan uji kekentalan (viskositas).
Uji titik leleh. Uji titik leleh merupakan salah satu teknik uji kemurnian bahan padat yang cukup akurat terutama jika titik leleh bahan telah diketahui sebelumnya. Titik leleh bahan murni dapat dilihat pada table spesifikasi bahan yang tersedia di perpustakaan laboratorium. Akan tetapi untuk bahan-bahan yang sama sekali baru, teknik ini juga dapat digunakan. Bahan-bahan murni umumnya memiliki interval titik leleh yang sempit.
Uji indeks bias.Indeks bias suatu cairan dapat digunakan sebagai faktor penentu kemurnian bahan. Namun demikian seperti juga metode titik leleh, metode uji indeks bias ini lebih tepat untuk digunakan sebagai tes uji kemurnian bahan yang indeks bias bahan murninya telah diketahui dengan pasti terelbih dahulu. Untuk bahan-bahan yang sama sekali baru, maka metode uji indeks bias ini juga dapat diterapkan dengan hati-hati.
Uji berat jenis.Uji berat jenis merupakan salah satu teknik uji kemurnian yang cukup akurat. Archimedes menguji kemurnian emas mahkota raja berdasarkan prinsip uji berat jenis ini. Setiap zat murni mempunyai berat jenis yang spesifik yang dapat digunakan sebagai dasar pengujian bahan.
Uji titik didih.Uji titik didih juga dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian suatu bahan. Uji ini dapat diterapkan pada senyawa berujud cairan yang bahan cair murninya telah diketahui titik didihnya secara pasti. Uji titik didih senyawa murni dapat dilihat pada tabel di buku katalog di perpustakaan laboratorium. Untuk bahan-bahan lain yang titik didik murninya belum diketahui secara pasti, uji titik didih ini dapat dilakukan dengan hati-hati.
Uji kekentalan.Uji kekentalan dapat dilakukan untuk mengetahui kemurnia suatu bahan. Bahan-bahan cair yang dalam keadaan murni memiliki kekentalan yang khas dan berbeda dari senyawa yang lain. Uji ini dapat dilakukan untuk senyawa/ bahan cair yang kekentalannya telah diketahui secara pasti. Data kekentalan berbagai bahan murni dapat dilihat pada buku katalog bahan di perpustakaan laboratorium. Untuk bahan-bahan lain yang kekentalannya belum diketahui secara pasti maka uji ini dapat dilakukan secara hati-hati.