Image and video hosting by TinyPic
relojes para web free clock for website
KOMENTAR & SARAN
Proposal KW-TY (IPA-1) 2009/2010
Selasa, 30 November 2010

KAJIAN TENTANG EKSISTENSI BALAI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE, SUWUNG, DENPASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAM

PROPOSAL

Karya Tulis Ilmiah

Dalam Rangka Karya Wisata dan Tirta Yatra

Siswa SMAN 1 Banjar Tahun Pelajaran 2009/2010

Oleh

Kelompok IPA-1

Gede Sutrisna Adi Wiguna, dkk

SMA NEGERI 1 BANJAR

2009

KAJIAN TENTANG EKSISTENSI BALAI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE, SUWUNG, DENPASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAM

PROPOSAL

Karya Tulis Ilmiah

Dalam Rangka Karya Wisata dan Tirta Yatra

Siswa SMAN 1 Banjar Tahun Pelajaran 2009/2010

Proposal oleh Gede Sutrisna Adi Wiguna, dkk. (Kelompok IPA-1) ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji,

Banyuatis,

Pembimbing I,

Purwanto, S.Pd.

NIP.

Pembimbing II,

Gede Putra Adnyana, S.Pd..

NIP. 196812011991031005

Mengetahui

Kepala SMA Negeri 1 Banjar,

Drs. I Dewa Ketut Ngurah

NIP. 194912311975031016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas kehidupan sangat bergantung pada kualitas alam dan lingkungan. Lingkungan alam secara umum terdiri dari lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Lingkungan biotik adalah lingkungan yang terdiri atas benda hidup seperti berbagai macam hewan dan tumbuhan termasuk manusia di dalamnya. Sedangkan lingkungan abiotik adalah lingkungan yang terdiri dari benda-benda tak hidup seperti udara, cahaya, dan tanah (Idun Kistinnah dan Endang sri Lestari, 2001) Apabila antara komponen biotik dan komponen abiotik telah terjadi keseimbangan maka kualitas lingkungan yang baik akan dapat diwujudnyatakan.

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.

Namun kenyataan di lapangan menunjukan telah terjadinya degradasi kualitas lingkungan hal ini dapat dilihat dari beberapa fakta yang terjadi seperti misalnya: a) Laporan seorang ilmuan senior dari National Snow and Ice Data Center yang berpusat di Universitas of Colorado , Bouler Amerika Serikat Menemukan fenomena bahwa pada musim dingin, sebagian besar es yang menyelimuti Samudra Arktik tidak membeku kembali seperti normanlnya, dan beliau mengkalkulasi apabila hal ini terus berlanjutan maka pada tahun 2070 tidak akan ada lagi lautan es di Samudra Arktik. b) Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel yang berisi para ahli dunia, menyatakan iklim bumi telah berubah yang disampaikan secara resmi pada KTT bumi di tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil, hingga diadopsinya Konvensi Perubahan Iklim Bangsa-bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change-UNFCCC), dan Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-undan Nomer 6 Tahun 1994 (Climate Change.com). Fenomena ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi akibat peningkatan kadar CO2 di udara. Hal ini merupakan akibat dari perambahan hutan (illegal logging ) dan berbagai aktifitas manusia lainya, seperti : penggunaan bahan bakar fosil, dan kegiatan pertanian/peternakan yang menghasilkan gas metana (CH4). Berkaitan dengan hal tersebut maka pelestarian hutan adalah hal yang wajib dan harus dilaksanakan. Karena hutan mampu menyerap emisi gas CO2 sehingga otomatis dapat mengurangi pemanasan global. Salah satu hutan yang strategis dan mempunyai potensi untuk mencegah terjadinya pemanasan global adalah Hutan Mangrove.

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992).

Mangrove hidup di daerah level pasang naik tertinggi (maximum spring level) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup diantara 350LU-350LS, dan terbanyak terdapat di kawasan Asia Tenggara. Indonesia tercatat sekitar 3.75 juta ha (PPA-AWB, 1987; Departemen Kehutanan, 1982) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.. menurut Lugo dan Snedaker (1974) dalam Supriharyono (2002) bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5000 grC/m2/tahun. Menurut Dahuri (2003), ada tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove yakni : suplai air tawar dan salinitas, pasukan nutrient, stabilitas substrat.

Secara umum, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai penghalang terjadinya erosi, ombak, dan mempunyai fungsi lain, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis, dan fungsi ekonomi. Jika ditinjau dari fungsi fisiknya, kehadiran hutan mangrove adalah berfungsi sebagai penghalang datangnya ombak dan angin, dari fungsi biologis kehadiran hutan mangrove berfungsi untuk membantu proses pemijahan dan sebagai tempat asuhan bagi ikan dan hewan laut lainnya, dan dari fungsi ekonomi hutan mangrove banyak menghasilkan berbagai sumber ekonomi, misalnya kayu, tanin, rayon, dan lain-lain (Tomlinson, 1986). Bahan pengawet tanin yang dihasilkan dari pohon bakau, biasanya digunakan nelayan untuk mengawetkan jaringnya. Dalam industri kayu (plywood) bahan perekatnya dapat berasal dari kayu bakau, dan juga kayu bakau dijadikan material dalam pembuatan chipboard. Hasil kajian dua pakar perikanan Indonesia, Martosubroto dan Naamin, mengungkapkan adanya hubungan yang positif antara luas hutan mangrove dan hasil tangkapan udang. Walaupun hasil ini masih perlu dikonfirmasi lagi, tetapi secara logika banyak daerah mangrove di Indonesia merupakan penghasil udang, seperti pantai timur Sumatera, Cilacap, timur dan selatan Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Semua lokasi ini memiliki hutan mangrove yang potensial. Selain hal tersebut hutan mangrove juga berperan sebagai benteng alami terhadap terjadinya abrasi pantai akibat gempuran ombak dan juga sedimentasi dari daratan. Apabila pelestarian hutan mangrove dapan di wujudkan maka peningkatan kualitas lingkungan alam adalah sebuah keniscayaan.

Lingkungan alam diartikan sebagai keseluruhan unsur atau komponen maka tentu saja setiap linggungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik dan lingkungan social. Adapun yang akan dibicarakan dalam hal ini adalah lingkungan fisik tempat manusia berada, tempat manusia hidup , dan melangsungkan kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat melepaskan diri dari keterikatanya pada udara, tanah, dan air. Air,tanah, udara, flora, fauna, dan manusia merupakan sebuh ekosistem hidup.

Oleh karena begitu banyaknya manfaat yang dapat diberikan oleh adanya hutan mangrove maka perlu adanya pelestarian hutan mangrove yang wajib dilaksanakan oleh semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Dengan adanya hutan mangrove maka akarnya dapat difungsikan menjadi pengikat tanah yang baik sehingga ketika terjadi peristiwa pasang surut, pasir yang ada di kawasan pantai tidak ikut terhanyut ke laut karena telah di topang oleh akar hutan mangrove yang pada akhirnya mencagah terjadinya Abrasi pantai, selain itu dengan banyaknya hutan mangrove maka nutrisi yangada akan terakumulasi di daerah perakaran hutan mangrove dengan adanya banyak nutrisi tersebut maka jumlah plangton akan bertambah. Dengan bertambahnya jumlah plangton maka otomatis akan berkorelasi positif terhadap jumlah ikan dan udang yang ada di kawasan tersebut hal ini tentu akan menjadi sutu potensi bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove.

Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis mengkaji lebih dalam pengenai peranan pelestarian kawasan hutan mangrove yang ada di Suwung Denpasar, terhadap peningkatan kualitas alam. Sehingga diharapkan diharapkan dpat memberikan sumbangan pemikiran mengenai upaya pelestarian hutan mangrove dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan alam.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana Eksistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove dalam melestarikan hutan mangrove di kawasan Suwung Denpasar ?

2) Bagaimana Kondisi hutan mangrove akibat pelestarian oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Suwung, Denpasar?

3) Bagaimana Kondisi daerah pasang surut di sekitar kawasan Suwung, Denpasar akibat pelestatian Hutan Mangrove?

4) Bagaimana kondisi air di kawasan Suwung, Denpasar akibat pelestarian Hutan mangrove?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengetahui Eksistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove dalam melestarikan hutan mangrove di kawasan Suwung Denpasar

2) Mengetahui bagaimana kondisi hutan mangrove akibat pelestarian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Suwung Denpasar,

3) Mengetahui bagaimana kondisi daerah pasang surut akibat pelestarian hutan mangrove;

4) Mengetahui bagaimana kondisi air akibat pelestarian hutan mangrove.

1.4 Manfaat Penulisan

1) Bagi siswa : memberikan kesempatan bagi siswa untuk mampu berpikir kritis serta dapat menghubungkan teori yang didapatkan di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat;

2) Bagi masyarakat : Memberikan informasi objektif mengenai manfaat yang ditimbulkan akibat pelestarian hutan mangrove di kawasan Suwung Denpasar sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam upaya pelestariannya;

3) Memberikan sumbangan pemikiran mengenai bagaimana mengoptimalkan pelestarian hutan mangrove dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan alam, sekaligus agar dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat terutama dalam hal ekonomi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992).

Mangrove hidup di daerah level pasang naik tertinggi (maximum spring level) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup diantara 350LU-350LS, dan terbanyak terdapat di kawasan Asia Tenggara. Indonesia tercatat sekitar 3.75 juta ha (PPA-AWB, 1987; Departemen Kehutanan, 1982) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.. menurut Lugo dan Snedaker (1974) dalam Supriharyono (2002) bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5000 grC/m2/tahun. Menurut Dahuri (2003), ada tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove yakni : suplai air tawar dan salinitas, pasukan nutrient, stabilitas substrat.

Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan dan udang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak. Bagi fungsi ekologi sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara. Bagi fungsi ekonomis dapat bermanfaat sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Arang dari jenis Rhizophora spp mempunyai nilai panas yang tinggi dan asapnya sedikit. Mangrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut. Disamping itu sebagai peredam gelombang dan angin badai, penahan lumpur, perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan(Bengen, 1999).

Walapun produktivitasnya tinggi namun dari total produksi daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan terrestrial pemakannya, sedangkan sissanya 95% masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dari serasah atau daun gugur.

Bila dibandingkan dengan hutan darat, Hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang paling tinggi. Hutan mangrove dapat memberikan konstribusi besar terhadap detritus organic yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota di perairan sekitarnya.

Proses dekomposisi daun mangrove menciptakan rantai makanan detritus yang komplek, sehingga memperkaya produktivitas hewan bentos yang hidup di dasar perairan. Kehadiran organisme decomposer yang melimpah merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis larva ikan, udang, dan biota lainnya yang sudah beradaptasi sebagai pemakan dasar. Detritus yang dihasilkan tidak hanya menjadi dasar bagi pembentukan rantai makanan di ekosistem mangrove, tetapi juga penting sebagai sumber makanan dan nutrient bagi biota di perairan pantai yang berada dekat dengan estuaria. Pengangkutan detritus kea rah perairan dikontrol melalui mekanisme pasang surut.

Menurut Indrajaya (1992) bahwa pengubahan fungsi hutan mangrove menjadi fungsi lain secara tidak wajar akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak sesuai dengan kaifah pembangunan yang berkelanjutan. Alih fungsi hutan mangrove saat ini banyak digunakan untuk pembukaan areal tambak baru , tempat rekreasi, pelabuhan dan lain-lain ternyata menurut para ahli dan pemerhati lingkungan hidup berpendapat bahwa dari segi ekonomi makro, alih fungsi hutan mangrove menjadi areal tambak tidak akan memberikan hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan membiarkan ekosistem mangrove sebagai habitat biota secara alamiah.

Alih fungsi mangrove akan merusak siklus rantai makanan bagi seluruh biota ekosositem mangrove yang juga berkaitan dengan biota yang di depannya yakni padang lamun dan terumbu karang, karena anda interaksi yang sangat kuat dari ketiga ekosistem tersebut. Apabila fungsi-fungsi hutan mangrove akibat alih fungsi maka otomatis akan akan mengganggu bahkan merusak kedua ekosisitem lainnya. Contoh sebagai akibat detritus tidak tersuplai maka persediaan sumber makanan bagi biota. Ketiga ekosisitem tersebut mempunyai keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), bak dalam nutrisi terlarut, partikel organic, maupun migrasi satwa Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem itu terganggu, maka ekosistem lain ikut terganggu pula keseimbangannya. Untuk perlu kita diperatahankan agar tercupta sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan , sehingga pelayanan jasa dan produksi yang diberikan dapat dipergunakan secara berkelanjutan.

Menurut Bengen (2004), bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dll), tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove, semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove itu sendiri baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun tak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan ).

Secara umum, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai penghalang terjadinya erosi, ombak, dan mempunyai fungsi lain, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis, dan fungsi ekonomi. Jika ditinjau dari fungsi fisiknya, kehadiran hutan mangrove adalah berfungsi sebagai penghalang datangnya ombak dan angin, dari fungsi biologis kehadiran hutan mangrove berfungsi untuk membantu proses pemijahan dan sebagai tempat asuhan bagi ikan dan hewan laut lainnya, dan dari fungsi ekonomi hutan mangrove banyak menghasilkan berbagai sumber ekonomi, misalnya kayu, tanin, rayon, dan lain-lain (Tomlinson, 1986).

2.2 Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 1994). Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktorfaktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang.

Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata et al., 1979). Karena berada di perbatasan antara darat dan laut, maka hutan mangrove merupakan ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan, baik dengan ekosistem darat maupun lepas pantai. Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi yaitu memiliki 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Tulisan berikut merupakan hasil kajian pustaka untuk menggambarkan peranan mangrove dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir, terutama dalam segi ekologis maupun sosial ekonominya.

2.3 Jenis dan Manfaat Mangrove

Berdasarkan vegetasi penyusunnya, hutan mangrove dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu hutan mangrove utama (major mangrove), yaitu hutan mangrove yang tersusun atas satu jenis tumbuhan saja; hutan mangrove ikutan (minor mangrove), yaitu mangrove yang terdiri atas jenis-jenis campuran; dan tumbuhan asosiasi (associated plants), yaitu berbagai jenis tumbuhan yang berada di sekitar hutan mangrove yang kehidupannya sangat bergantung pada kadar garam, dan kelompok tumbuhan ini biasanya hidup di daerah yang hanya digenangi air laut pada saat pasang maksimum saja (Tomlinson, 1986).

Vegetasi penyusun hutan mangrove yang ada di Indonesia ini tergabung dalam 37 suku tumbuhan, yang terdiri atas pohon (14 suku), perdu (4 suku), terna (5 suku), liana (3 suku), epifit (10 suku ), dan parasit (1 suku). Untuk suku Rhizophoraceae, yang semua anggotanya terdiri atas pohon meliputi Bruguiera cylindrica, B. exaristata, B. gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops decandra, C. tagal, Kandelia candel, Rhizophora apiculata, R. mucronata, dan R. stylosa (Kartawinata dkk., 1978).

Bakau termasuk anggota suku Rhizophoraceae. Jenis-jenisnya antara lain Rhizophora apiculata Bl, R.Mucronata Lamk, Brugneira parviflora B sexaangula Poix.

Ada tiga jenis bakau yang biasa dijumpai di hutan-hutan bakau di Indonesia, yaitu Bakau Minyak, Bakau Kurap, dan Bakau Kecil. Bakau Minyak memiliki nama ilmiah Rhizophora apiculata Bl. (atau sering pula disebut R. conjugata L.), bakau minyak juga disebut dengan nama bakau tandok, bakau akik, bakau kacang dan lain-lain. Tandanya, dengan warna kemerahan pada tangkai daun dan sisi bawah daun. Bunga biasanya berkelompok dua-dua, dengan daun mahkota gundul dan kekuningan. Buah kecil, coklat, panjangnya 2 – 3,5 cm. Hipokotil dengan warna kemerahan atau jingga, dan merah pada leher kotiledon bila sudah matang. Panjang hipokotil sekitar 18 – 38 cm. Menyukai tanah berlumpur halus dan dalam, yang tergenang jika pasang serta terkena pengaruh masukan air tawar yang tetap dan kuat. Menyebar mulai dari Sri Lanka, Semenanjung Malaya, seluruh Indonesia, sampai ke Australia tropis dan pulau-pulau di Pasifik.

Bakau kurap memiliki nama ilmiah adalah Rhizophora mucronata Poir. Juga disebut dengan nama-nama lain seperti bakau betul, bakau hitam dan lain-lain. Kulit batang hitam, memecah datar. Bunga berkelompok, 4-8 kuntum. Daun mahkota putih, berambut panjang hingga 9 mm. Buah bentuk telur, hijau kecoklatan, 5 – 7 cm. Hipokotil besar, kasar dan berbintil, panjang 36 – 70 cm. Leher kotiledon kuning jika matang. Sering bercampur dengan bakau minyak, namun lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir. Lebih menyukai substrat yang tergenang dalam dan kaya humus; jarang sekali didapati di tempat yang jauh dari pasang surut. Menyebar luas mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, kepulauan Nusantara, Melanesia dan Mikronesia.

Bakau kecil, yaitu Pohon dengan satu atau banyak batang. Tidak seperti dua kerabatnya terdahulu yang dapat mencapai 30 m, bakau kecil hanya tumbuh sampai dengan tinggi sekitar 10 m. Nama ilmiahnya adalah Rhizophora stylosa Griff. Bunga dalam kelompok besar, 8-16 kuntum, kecil-kecil. Daun mahkota putih, berambut panjang hingga 8 mm. Buah coklat kecil, panjang s/d 4 cm. Hipokotil berbintil agak halus, 20-35 cm (terkadang 50 cm); leher kotiledon kuning kehijauan ketika matang. Bakau ini menempati habitat yang paling beragam. Mulai dari lumpur, pasir sampai pecahan batu atau karang. Mulai dari tepi pantai hingga daratan yang mengering. Terutama di tepian pulau yang berkarang. Diketahui menyebar di Taiwan, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, dan Australia tropis. Di Indonesia didapati mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa,Sumba, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Jika dilihat dari segi zonasinya, jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronatatumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Beberapa manfaat mangrove, yaitu a) kayu bakau memiliki kegunaan yang baik sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan terutama sebagai bahan pembuat arang. Kulit kayu menghasilkan tanin yang digunakan sebagai bahan penyamak, b) sebagai kayu bakar, secara tradisional masyarakat biasa memakai jenis Xylocarpus (Nirih atau Nyirih). Sedangkan untuk bahan baku pembuat arang biasa dipakai Rhizophora sp., sedangkan penggunaan kulit kayu bakau untuk diambil tanninnya, hampir-hampir tidak terdengar lagi, c) Satu lagi kegunaan kayu bakau, adalah untuk bahan kertas. Kayu bakau biasa dicincang dengan mesin potong menghasilkan serpihan kayu / wood chips. Menurut berita, jenis kertas yang dibuat dari kayu bakau adalah termasuk kertas kualitas tinggi, dan d) Kegunaan dari hutan bakau yang paling besar adalah sebagai penyeimbang ekologis dan sumber (langsung atau tidak langsung) pendapatan masyarakat pesisir, di mana peran pemerintah untuk pengaturannya masih sangat minim.

2.4 Pengertian Lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.

2.5 Pencemaran Lingkungan

2.5.1 Pencemaran air

Standar air yang bersih tergantung pada bebrapa factor penentu, yaitu kegunaan dan sumber. Ditinjau dari kegunaan, yaitu sebagai air untuk minum, air unutk keperrluan rumah tangga, air untuk industry, air untuk mengairi sawah, dan air untuk perikanan. Sedangkan berdasarkan asal sumber air, yaitu air dari mata air,di pegunungan, air danau, air sungai, air sumur, dan air hujan.

Air yang terdapat di Bumi ini tidak pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral yang terlarut didalamnya. Hal ini berarti bahwa semua air di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air air yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan. Keduanya dapat dianggap sebagai air yang bersih, namun senyawa atau mineral yang terkandung didalamnya berlainan seperti tampak pada keterangan berikut.

Air hujan mengandung : SO4, Cl, CO2, N2, C, O2, debu. Sedangkan air dari mata air di pegunungan mengandung : Na, Mg, Ca, Fe, dan O2. Selai aripada itu air seringkali mengandung bakteri atau mikroorganisme lainnya. Air yang mengandung bakteri atau atau mikroorganisme tidak dapat langsung digunakan ssebagai air minum tetapi harus direbus dulu agar bakteri dan mikroorganisme mati. Pada batas-batas tertentu air minum justru diharapkan mengandung mineral-mineral itu agar terasa segar. Air murni tanpa mineral justru tidak enak untuk diminum.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa air tercemar apabila air telah menyimpang dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada factor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan oleh kemurnian air.

2.5.2 Indikator Pencemaran Air

Beberapa indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati, yaitu 1) adanya perubahan suhu air, 2) adanya perubahan pH atau konsentarsi ion Hidrogen, 3) adanya perubahan warna, bau, dan rasa air, 4) timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, adanya mikroorganisme, dan 5) meningkatya radioaktivitas air lingkungan.

Air yang suhunya naik akan menggangu kehidupan hewan air dan mikroorganisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi kedalam air. Makin tinggi kenaikan suhu makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.

Air normal yang memenuhi syarat utuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung besar kecilnya pH air atau besar kecilnya konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan besifat asam sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan dan bahan buangan dari kegiatan industry yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang paa akhirnya dapat menganggu kehidupan organisme dalam air.

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industry yang berupa bahan anorganik dan bahan organic seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industry dapat larut di dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih. Selain itu degradasi bahan buangan industry dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlah harus tergantung pada warna air, karena bahan buangan industry yag memberikan warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industry yang tidak memberikan warna. Serinngkali za-zat yang beracun justru berasala dari bahan buangan industry yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga tetap tampak jernih.

Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industry, atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industry yang bersifat organic atau bahan buangan dan air limbah ari kegiatan industry pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organic, terutama gugus protein secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

Air normal yang cukup digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman yang berlarut. Bila hal ini terjadi maka bebarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air pada umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air.

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industry yang berbentuk padat. Bahan buangan industry yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar akan melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu.

Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organic, maka organisme, dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air, akan melakukan degradasi bahan organic tersebut menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses degradasi biokimia disebut dengan Biological Oxygen Demand atau disingkat dengan BOD. Pembahasan lebih jauh tentang BOD dapat dilihat pada bagian lain. Ada beberapa jenis ikan yang tidak dapat hidup dengan kadar oksigen di bawah 4 ppm.

Kalau bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti Cd, Cr, dan Pb.

2.5.3 Komponen Pencemar Air

Komponen Pencemar air dapat dikelompokkan menjadi 7. Ketujuh komponen pencemar air, yaitu 1) bahan buangan padat, 2) bahan buangan organic, 3) bahan buangan anorganik, 4) bahan buangan olahan bahan makanan, 5) bahan buangan cairan berminyak, 6) bahan buangan zat kimia, dan 7) bahan buangan berupa panas.

Bahan buangan padat yang dimaksud di atas adalah bahan buangan padat yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus. Kedua macam bahan buangan padat tersebut apabila di buang ke air lingkungan (sungai, danau, dan Laut) maka kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu a) pelarutan bahan buangan padat oleh air, b) pengendapan bahan buangan padat di dasar air, dan c) pembentukan koloidal yang melayang di dalam air.

Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak di buang ke air lingkungan karena akan dapat menaikan populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula kemungkinan ikut berkembangnya bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia. Bahan buangn organic sebaiknya dikumpulkan untuk diproses menjadipupuk bustsn (kompos) yang berguna bagi tanaman. Pembuatan kompos itu berarti mendaur ulang limbah organic yang tentu saja berdampak positif bagi lingkungan hidup manusia.

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit di degradasi oleh mikroorganisme. Apalagi apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkunngan malah akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industry yang melibatkan penggunaan unsure-unsur logam seperti Timbel (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), magnesium (Mg), Kobalt (Co), dan lain-lain. Industri elektronika, electroplating dan industry kimia banyak menggunakan unsur-unsur logam di atas.

Kandungan ion Kalsium (Ca), dan ion Magnesium (Mg) di dalam air menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi, yaitu melalui proses korosi (perkaratan). Air sadah juga mudah menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan proses, seperti tangki/bejana, ketel uap, pipa penyalurandan lain sebagainya.

Apabila ion-ion logam yang terjadi di dalam air berasal dari logam berat maupun logam yang bersifat racun seperti Timbal (Pb), Arsen (As), dan Air Raksa (Hg), maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Air tersebut tidak dapat digunakan sebagai air minum.

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang di maksudkan dalam kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa benzene, seperti sabun (deterjen, shampoo, dan bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama ( Insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan zat radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun yang dapat mengganggu dan bahkan dapat mematikan hewan air, tanaman air, dan memungkinkan juga manusia.

2.5.4 Deskripsi Tanah

Tanah terdiri dari bahan padat, bahan cair, gas, dan jasad hidup. Bahan padat itu terdiri atas organic dan anorganik, yang anorganik terpadat dalam bermacam-macam bentuk dan ukuran, berdasarkan besa ukurannya dibagi dalam beberapa fraksi atu golongan. Faksi batu > 10 mm, kerikil 2-10 mm, pasir 0,05- 2mm, debu 0,02- 0,05 mm, liat <>

Pasir dan debu, disebut juga fraksi non aktif yang biasanya dengan bahan-bahan lain membentuk kerangka tanah, liat, fraksi aktif dan merupakan fraksi terpenting di dalam tanah, karena mempunyai ukuran yang lebih kecil maka liat menunjukan permukaan efektif yang lebih besar dibandingkan dengan pasir dan debu, untuk jumlah bahan yang sama liat mempunyai permukaan luar yang lebih besar dibandingkan dengan pasir dan debu.

Fraksi-fraksi tanah liat biasanya dinyatakan dalam jmlah % untuk menentukan golongan tekstur tanah berdasarkan kandungan pasir, debu dan liat. Berdasarkan pasir, debu dan liat dibagi dalam 3 golongan atau kelas dasar, yaitu: a) tanah berpasir (sandy soil) yaitu tanah dimana kandungan pasirnya > 70% yang dalam keadaan lembab tanah berpasir terasa kasar dan tidak lekat, termasuk dalam kategori ini tanah pasir dan tanah lempung berpasir (sandy and loamy sand soils). Tipe tnah ini tidak baik untuk usaha usaha pertanian terutama untuk padi swah dengan pengairan terlalu banyak memerlukan air pengairn dikarenakan daya melolosakan air besar sekali, baru bagi dry farming atau usaha tani tnah kering dapat dikatakan mempunyai kecocokan; b) tanah berlumpur (loamy soil) yaitu tanah dimana kandungan deb, liat relative sama, tanah demikian tidak trlalu lepas dan juga tidak terlalu likat. Sepanjang tidak ada gejala penggaraman tnah demikian sangat baik untuk melaksanakan usaha tani. Pengaruh keasaman dapat dinyatakan akan sangat mempengaruhinya; dan c) tanah liat, yaitu tnah dimana landungan litany > 35%, memang biasanya tidak <>

Salah satu sifat fisik tanah adalah warna tanah. Warana tanah disebabkan beberpa factor, antara lain: bahan organic, pada tanah argonosol,tanah berwarna hitam, gelap coklat, mangan, tanah berwarna gelap, ferum, pada tanah latosol,tanah berwarna merah jingga, kuning colkat, dan garam-garam,pasir kwarsa, kaolin, dan garam-garam karbonatakn memperlihatkan warna putih/pucat, serta kandungan air.

Warna tanah dapat dipakai untuk a) menaksir kandungan bahan organic, di mana makin gelap warana tanah makin tinggi kandungan bahan organiknya, b) menilai dranase/pembuangan air yang berlebihan dari tanah,di mana warna merah menandakan dranase yang baik, sedang wrna kelabu yang pucat baik dengan adanya bintik-bintik ataupun tanpa adanya bintik-bintik merupakan tnda dranase yang jelek, c) sebagai dasar dalam klasofokasi tanah, d) Menaksir kandungan besi tanah, warna coklat/kemerahan menunjukan kadar besi yang tinggi.

Kelembaban tanah terjadi akibat kandungan air setempat yang tinggi. Air di dalam tanah tergantung pada keadan tekstur dan struktur, semakin halus liat tanah semakin besar air yang dap diikat oleh tanah liat. Liat lebih halus permukaannya dari pada tanah pasir sehingg semakin besar ukurannya makin sedikit air yang diikat pada satuan-satuan sama. Struktur mkin bundar atau granular mkin banyak air yang dapat diikat. Yang bundar leih besar mengikat air dari pada yang lempeng., yang lempeng misalnya : latosol, sedang untuk yang bundar misalnya : andosol. Pada keadaan lembb tanah mempunyai tekanan air pada pipa kapiler (P.F) = 2,7’, pada keadan basah PF = 0, pada keadaan kering PF > 4. Keadaan tanah PF, basah higroskopis 0, lembab kapasitas lapang 2,7 kering titik kayu > 4.

Keasaman (acidity) dan salinitas (salinity) tanah sangat berpengaruh pada tersedianya atau tidak tersedianya hara tanaman. Dalam hal ini kita mengenal pH tanah, yaitu suatu ukuran aktivitas ion hydrogen dalam larutan air tanah dan dipakai sebagai ukuran bagi keasaman tanah .Harga PH adalah log dari harga kebalikan cons, ion hydrogen. Sumber utama ion H+ dalam tanah yaitu liat dan humus.Dalam air terjadi disosiasi H+ + OH ( H2O H+ + 0H- ). Apabila ( H) = (0H- ) → PH= 7 artinya tanah setempat memiliki derajat yang netral, tanah tersebut tidak bersifat asam dan tidak bersifat saline( basa). Kebanyakan tanaman dapat tumbuh pada pH yang bergerak antara angka 5,0 sampai 8,0.

Harga pH tanah sekitar 4,0 sampai 10,0, dan sifatnya disajikan pada tabel:

PH

Reaksi

<>

4,6 – 5,0

5,1 -5,5

5,6 – 6,0

6,1 – 6,5

6,6 – 7,5

7,6 -8,0

8,1 -9,0

> 9,0

Sangat masam sekali

Masam sekali

Agak masam

Sedikit masam

Kurang masam

Netral

Sedikit alkalis/basa

Agak alkalis/basa

Sangat alkali

Derajat keasaman (pH) tanah mempunyai pengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh langsung pada akar tanaman pada ph <> 10,0 kerusakan pada akar tanaman. Pengaruh tidak langsung : a. tersedianya unsure hara, b. kemungkinan timbulnya keracunan tanaman pada PH rendah oleh unsure kimia, seperti Al, Mn, dimana unsure-unsur ini banyak terdapat pada pH rendah. Pada tanah-tanah masam lebih banyak tersedianya unsure-unsur K, Mg, Ca, Mo. Pada tanah yang alkalis P akan terikat oleh Ca+ , pada tanah yang asam P akan terikat oleh Al dan Fe sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

2.6 Kerangka Berpikir

Kaualitas lingkungan hidup sangat berkaitan dengan kualitas lingkungan alam. Lingkungan alam sendiri terdiri dari 2 komponen yaitu komponen biotic dan komponen abiotik. Apabila antara komponen biotic dan komponen abiotik berada dalam keseimbangan maka kualitas lingkungan alam yang baik akan dapat diwujudkan.

Komponen Biotik adalah komponen yang paling mudah diinterfensi oleh manusia. Berkaitan dengan lingkungan pantai maka komponen biotic yang relevan dan dan signifikan umtuk dilestarikan adalah hutan mangrove. Hutan mangrove adalah hutan yang berada pada kawasan pasang surut air laut sehingga diyakini bahwa akarnya dapat mencegah pan (koagulasi) terjadinya penghanyutan pasir pada saat pasang surut air sehingga dapat mencegah terjadinya abrasi dan penegendapan (koagulsi) yang mencegah terjadinya delta pada aliran sungai yang dapat menghambat aliran air sungai. Selain itu hutan mangrove dapat menjaring nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh komponen biotik lainnya seperti ikan dan udang sehingga komponen biotik tersebut jumlahnya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan sehingga kulitas komponen dapat ditingkatkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dapat diyakini bahwa dengan pelestarian hutan mangrove maka peningkatan kualitas lingkungan alam dapat tercapai.

2.7 Hipotesis Penelitian

1) Jika Hutan Mangrove dilestarikan maka kualitas lingkungan pantai dapat ditingkatkan;

2) Jika Hutan Mangrove dilestarikan maka kalitas air di kawasan Suwung Denpasar dapat ditingkatkan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Karya tulis ini merupakan penelitian deskriptif mengenai pengaruh upaya pelestarian hutan mangrove yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Hutan Mangrove, Suwung Denpasar terhadap peningkatan kualitas lingkungan alam ditinjau dari eksistensi balai pengelolaan hutan mangrove Suwung Denpasar, kondisi hutan mangrove, kondisi air serta kondisi pantainya.

Sumber data diperoleh dari berbagai buku teks, makalah-makalah seminar, artikel di media masa, dan observasi di sekitar Kawasan Hutan Mangrove di Denpasar. Sumber data yang dipilih berkaitan dengan keberadaan hutan mangrove, komponen biotik, fungsi hutan mangrove, dan manfaat hutan mangrove

3.2 Aspek Kajian

Ada empat aspek kajian dalam karya tulis ini yaitu: 1) Eksalai Pengelolaan Hutan Mangrove Suwung Denpasar 2) Kondisi Hutan Mangrove di kawasan Suwung Denpasar, 3) Kondisi pantai di kawasan Suwung Denpasar, dan 4) Kondisi air di kawasan Suwung Denpasar.

Eksistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove mengkaji mulai dari sejarah berdirinya, struktur oranisasi, pendanaan, metode-metode pelestarian yang diterapkan sampai pada kendala-kendala yang ditemui dalam upaya pelestarian hutan mangrove. Kondisi hutan mangrove yang dikaji berkaitan dengan luas hutan, jumlah vegetasi, jumlah fauna kualitas tanahnya, dan kendala yang dihadapinya. Kondisi pantai yang dikaji meliputi lumpur, tingkat abrasi, dan kebersihannya. Sedangkan kondisi air yang dikaji meliputi, warna, suhu, pH, bau, dan pencemaran organic maupun non organic yang ada di kawasan Suwung, Denpasar.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang berkitan dengan objek studi yang dikunjungi. Dalam penelitian ini Instrumen Penelitian yang kami gunakan adalah lembar observasi dan pedoman wawancara.

Lembar observasi digunakan untuk menggali informasi atau mengumpulkan data berkaitan dengan kondisi hutan, pantai, dan perairan, seperti disajikan pada tabel:

Aspek

Indikator

Skor

Deskripsi hasil Penelitian

B

S

K

Air

Kejernihan air (Warna bening=B, Warna Kecoklatan=S, Warna Hijau=K)

pH (6,5-7,5=B, 5,5-6,5/7,5-8,5=S, <5,5/>8,5=K)

Sampah (>50%=K, 25-50%=S, <25%=b)

Jumlah Organisme didalamnya (>30=B, 15-30=S, < 15="K)

Arus air (deras =K, sedang=S, tidak deras= B)

Sedimentasi (tinggi sedimentasi=

Bau ( Berbau menyengat=K, Berbau sedang=S, tidak berbau=B)

Pantai

Pasirnya (B= tidak tercampur limbah, tercampur sedikit, K= tercemar limbah)

Air (keruh=K, coklat=S, bening= B)

Sampah (>50%=K, 25-50%=S, <25%=b)

Jumlah Organisme di dalamnya

Abrasi (

Tanah

Sampah (>50%=K, 25-50%=S, <25%=b)

Kadar Air (>50%=K, 50-25%=S, <25%=b)

Organisme di dalamnya

pH (6,5-7,5=B, 5,5-6,5/7,5-8,5=S, <5,5/>8,5=K)

Drainase (mampu menyerap 1L air dalm Wktu <10 mnt="B," mnt="S,">25 mnt=K)

Hutan

Luas Hutan (>5 Ha=B, 2-5 Ha= S, <2 ha="K)

Jenis Tumbuhan (>10 Jns=B, 5-10=S, <5=k)

Jenis Hewan (>10=B, 5-10= S, <5=k)

Sampah (>50%=K, 25-50%=S, <25%=b)

Jenis Tanah

Kadar air (>50%=K, 50-25%=S, <25%=b)

Pedoman wawancara disusun untuk mendapatkan informasi yang labih banyak dari berbagai komponen, baik masyarakat maupun pengelola balai pengelolaan hutan mangrove. Adapun pedoman wawancara, seperti pada tabel:

Aspek Kajian

No

Pertanyaan

Jawaban Pengelola

Eksistensi BPHM

1

Bgm sejarah berdirinya BPHM

2

Bgm struktur organisasinya

3

Bgm garis komando BPHM

4

Bgm pendanaanya

5

Bgm tahap2 pengelolaan yang dilakukan BPHM

6

Siapa yang bertanggung jawab pada pengelolaan BPHM

7

Apa saja Produk yang dihasilkan

10

Bgm dukungan pemerintah, masyarakat, dan swasta

11

Kendala apa saja yang dihadapi

12

Bgm peranan terhadap dunia pendidikan

13

Adakah institusi lain diluar SMA N 1 banjar yang pernah melakukan kunjungan ke institusi ini

14

Apa saja yang mereka kaji disini

15

Adakah usaha dari BPHP untuk melakukan sosialisasi pd masyarakat mengenai pentingnya pelestarian hutan mangrove

16

Bagaimana upaya pembibitan yang dilakukan BPHM

16

Metode apa yang digunakan BPHM untuk melakukan proses pelestarian HM

17

Hasil yang diperoleh dari hutan mangrove dimanfaatkan menjadi apa saja

18

Agar didapatkan data yang lebih lengkap, maka instrument juga dilengkapi dengan pedoman wawancara, seperti disajikan pada tabel berikut:

Aspek Kajian

No

Pertanyaan

Jawaban Pengelola

Jawaban Masyarakat

Hutan

1

Berapa luas hutan yang ada di kawasan ini

2

Apa saja jenis mangrove yang di budidayakan di tempat ini

3

Selain mangrove apa saja yang mendominasi di kawasan ini

4

Apa saja jenis fauna yang ada di sekitar kawasan hutan mangrove

Adakah usaha pembibitan kawasan hutan mangrove

5

Produk apa saja yang dihasilkan dari hutan mangrove

6

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pembibitan

7

Apa saja produk olahan hutan mangrove

8

Bagaimana peranan masyarakat sekitar terhadap usaha pelestarian hutan mangrove

9

Adakah upaya dari lembaga ini untuk ikut memberikan penyuluhan tentang arti pentingnya pelestarian hutan mangrove

Pantai

10

Bagaimana peranan tanaman mangrove dalam pencegahan abrasi pantai

11

Bagaimana kondisi pantai sebelum adanya pelestarian hutan mangrove

12

Apakah ada peningkatan kualitas pantai setelah adanya pelestarian hutan mangrove

13

Bagaimana laju abrasi pantai setelah dilakukan pelestarian HM

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau infomasi yaitu metode deskriktif yang meliputi observasi, wawancara, dokumentasi dan telaah pustaka. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan suatu proses dan hasil dari aspek yang dikaji. Dalam hal ini observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi riil dari hutan, pantai dan air yang terdapat di kawasan Suwung Denpasar. Untuk itu disiapkan lembar observasi sebagai instrument penelitian.

Metode wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi hutan mangrove, pantai dan air di kawasan Suwung Denpasar dari tahun ke tahun dan bagai mana perkembangannya dibandikan dengan tahun-tahun sebelumnya serta upaya-upaya yang dilakukan untuk melestarikan kawasan Hutan Mangrove. Dalam hal ini digunakan pedoman wawancara untuk mengumpulkan data dari narasumber.

Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hutan mangrove, pantai dan air di kawasan Suwung, Denpasa. Berkaitan dengan hal tersebut diupayakan untuk mendapatkan brosur, artikel, majalah maupun foto-foto. Untuk melengkapi keseluruhan data tersebut, maka dilakukan metode telaah pustaka. Metode telaah pustaka dilakukan untuk mengetahui deskripsi dari Hutan Mangrove, Fungsi Hutan Mangrove, Ekosistem Mangrove, Jenis Mangrove, Kegunaan Mangrove, Lingkungan, kondisi lingkungan yang ideal dan komponen-komponen lingkungan.

Adapun jenis data, metode pengumpulan data, dan instrument penelitian dalam penelitian ini, disajikan pada tabel:

No

Jenis Data

Metode Pengumpulan Data

Instrumen Penelitian

1.

Eksistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove

Wawancara

Pedoman Wawancara

1.

Kondisi Hutan Mangrove

Observasi, Dokumentasi, dan Wawancara

Format Observasi dan Pedoman Wawancara

2.

Kondisi Pantai

Observasi dan Wawancara

Format observasi dan Pedoman Wawancara

3.

Kondisi Perairan

Observasi dan Wawancara

Format observasi dan Pedoman Wawancara

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam analisis kualitatif. kami mendeskripsikan ekistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Suwung Denpasar dalam upaya pelestarian hutan mangrove, kondisi hutan mangrove, kondisi pantai serta kondisi air di kawasan Suwung Denpasar. Data yang diperoleh kemudian di deskripsikan sehingga diperoleh uraian yang lebih detail tentang hasil penelitian. Sedangkan anlisis kuantitatif dimana kami mengkuantisasikan data kualitatif yang berkaitan dengan kmponen biotic dan abiotik di kawasan suwung Denpasar yang kemudian dicari rerata sehingga didapatkan hasil yang lebih pasti dalam hasil penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut kami menetapkan standar penilaian (skor) dimana apabia kualitas lingkungan kami anggap baik kami memberikan skor 5, kemudian apabila kualitas lingkungan kami anggap sedang kami memberikan skor 3 dan apabila kami menganggap kualitas lingkungan buruk kami berikan skor 1.

Untuk memperjelas deskripsi data juga ditayangkan dalam bentuk table. Hasil diskripsi penelitian dijadikan sebagai acuan untuk penarikan kesimpulan sehingga dapat dihubungkan antara pelestarian hutan mangrove dengan kualitas lingkungan alam. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data maka dapat ditarik kesimpulan tentang kualitas lingkungan alam di kawasan Suwung, Denpasar ditinjau dari kondisi hutan mangrove, pantai, dan perairan.


BABA V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitia deskriptif yang bertujuan untuk mengungkapkan fakta seputar hutan mangrove dan peranannya terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini dikaji empat aspek, yaitu 1) Balai Pengelolaan hutan Mangrove, 2) kondisi huta Mangrove, 3) pantai, dan 4) perairan.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data seperti disajikan pada tabel berikut:

Aspek

Indikator

Skor

Deskripsi hasil Penelitian

B

S

K

Air

Kejernihan air (Warna bening=B, Warna Kecoklatan=S, Warna Hijau=K)

3

Airnya berwarna coklat keabuabuan dan berbau menyengat akibat sampah yang tergenang di sekitar perairan

pH (6,5-7,5=B, 5,5-6,5/7,5-8,5=S, <5,5/>8,5=K)

5

· Di pantai pH 5,8-6,5

· Di hutan pH 6,5-7

Dari hasil ini dapat diperkirakan bahwa keberadaan hutan mangrove dapat menjadi pencegah terjadinya peningkatan keasaman air di kawasan Suwung Denpasar

Sampah (Berserakan= K, Sedang=S, bersih= B)

1

Sampah berserakan di sungai akibat ulah masyarakat. Sampah didominasi oleh sampah plastic dan akibatnya timbul bau amis yang menyengat sehingga menggangu pengunjung

Jumlah Organisme didalamnya (>30=B, 15-30=S, < 15="K)

5

Organisme yang ditemukan sangat banyak dari mulai cacing, ikan udang, kepiting, serangga air dan hewan air lainnya

Arus air (deras =K, sedang=S, tidak deras= B)

5

Air di kawasan hutan cendrung tidak berarus sehingga dapatdiperkirakan laju penghanyudan lumpur ke laut relative kecil akibatnya kondisi hutan dapat terjaga

Sedimentasi (Banyak=B, Sedang=S sedkit= K)

5

Sedimentasi tergolong baik karena di lokasi ditemukan gundukan-gundukan tanah terdapat di bagian akar dari pohon bakau akibat aktifitas organisme seperti udang dan kepiting bakau, sehingga dapat diperkirakan hutan mangrove dapat menahan lumpursekaligus mencegah hanyudnya lumpur ke laut

Bau ( Berbau menyengat=K, Berbau sedang=S, tidak berbau=B)

3

Bau cukup menyengat di beberapa lokasi penelitian akibat akumulasi sampah yang hanyud ketika hujan dan pembusukan sampah oleh mikroorganisme yang tidak sempurna

Daerah pasang surut

lumpur (B= tidak tercampur limbah, tercampur sedikit, K= tercemar limbah)

5

Kondisi lumpur bersih tidak tercampur dengan limbah dan kekentalannya cukup baik

Air (sangat keruh=K, agak keruh=S, tidak keruh= B)

3

Airnya berwarna coklet akibat tercampur lumpur. Sampah yang terlihat hanya sampah daun yang berasal dari pohon mangrove

Sampah (Berserakan= K, Sedang=S, bersih= B)

5

Tidak ditemukan sampah plastic hanya sampah daun yang terlihat itupun presentasenya kecil dibandingkan luas wilayah pantainya

Jumlah Organisme di dalamnya (Banyak= B, cukup=S, Sedikit=K)

5

Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan dapat diamati adanya berbagai spesies ikan kecil dan kepiting namun karena lebatnya hutan mangrove spesies ikan besar dan udang tidak dapat ditemukan oleh peneliti. Tapi keberadaan spesies tersebut dapat diketahui dari berbagai bunyi letupan yang terjadi di lumpur

Tanah

Sampah (Berserakan= K, Sedang=S, bersih= B)

1

Sampah berserakan di terutama sampah plastic dan daun

Kadar Air (>50%=K, 50-25%=S, <25%=b)

5

Kadar air di tanah tergolong baik karena hampir di setiap lokasi yang diamati tanahnya selalu terlihat basah dan lembab hal ini disebabkan karena hutan mangrove berada pada daerah pasang surut air laut

Organisme di dalamnya

5

Banyak terlihat organism terutama kepiting. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lubang kepiting yang ada di tanah dan tidak menutup kemungkinan masih banyak organisme yang terdapat di kawasan tersebut namun karena keterbatasan waktu peneliti masih belum dapat menemukannya

pH (6,5-7,5=B, 5,5-6,5/7,5-8,5=S, <5,5/>8,5=K)

5

· Di daerah pasang surut pH 5,8-6,5

· Di hutan pH 6,5-7

Drainase (mampu menyerap 1L air dalm Wktu <10 mnt="B," mnt="S,">25 mnt=K)

1

Karena dalam waktu lebh dari 20 menit tanahnya tidak mampu menyerap 0,5 liter air. Hal ini disebabkan karena kondisi tanahnya sendiri sudah lembab dan basah sehingga relative sulit menyerap air

Hutan

Luas Hutan (>5 Ha=B, 2-5 Ha= S, <2 ha="K)

5

Karena luas hutan Taman Hutan Konservasi yang dikelola BPHM mencapai ±130 Ha sedangkan hutan mangrove keseluruhan mencapai ± 1300 Ha

Jenis Tumbuhan (>10 Jns=B, 5-10=S, <5=k)

5

Ditemukan lebih dari 30 jenis mangrove. Beberapa yang mendominasi diantaranya:

Ø Rhizopoda Mucronata

Ø Rhizopoda Apiculata

Ø Brugerera Gymnorrhiza

Ø Cepiops Legal

Ø Avicennia Maria

Ø Sonneratia

Ø Xlocarpus Grantum

Jenis Hewan (>10=B, 5-10= S, <5=k)

5

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemandu (bapak Nanang dan Suartana) diperoleh bahwa di kawasan hutan mangrove terdapat berbagai jenis hewan bak jenis mamalia, ikan, udang, kepiting, reptile maupun berbagai jenis burung

Sampah (Berserakan= K, Sedang=S, bersih= B)

3

Sampah berserakan yang didominasi terutama oleh sampah plastic dan dan sampah daun bahkan di beberapa lokasi ditemukan sampah kayu dan sampah gabus

Jenis Tanah ( Keras=K, Sedang=S, Gambut=B)

5

Tanahnya tergolong baik karena struktur tanahnya adalah tanah gambut sehingga relative lunak. Akibatnya akar mangrove mudah menembs tanah sekaligus mengamankan tanah dari potensi hanyudnya lumpur terutama ketika terjadi pasang surut air laut

Kadar air (>50%=K, 50-25%=S, <25%=b)

5

Kadar airnya relative baik karena selama dilakukan penelitian terhadap tanah yang ada di kawasan hutan mangrove cendrung selalu basah dan lembab. Sehingga dapat dipastikan kadar air di kawasan hutan mangrove relative tinggi

Berdasarkan tabel di atas dapat di diketahui bahwa pH di kawasan hutan mangrove Suwung Denpsar berkisar antara (6,5-7) sedangkan pH di daerah pasang surut berkisar antara (5,8-6,5) hal ini menimbulkan kecendrungan bahwa daerah tersebut bersifat asam. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove di kawasan Suwung Denpasar dan juga terhadap kondisi biota yang ada di kawasan tersebut. Berdasarkan fakta di lapangan dapat diketahui bahwa kawasan hutan mangrove memiliki lebih dari 30 jenis vegetasi mangrove dan berbagai macam jenis biota diantaranya udang, kepiting, burung, ikan, dan biawak. Hal lain yang ditemukan penulis di lapangan adalah drainase tanah dikawasan hutan mangrove disuwung denpasar relatif buruk. Hal ini dapat dibuktikan dari percobaan yang dilakukan penulis dengan menyiramkan ± 0,5 liter air ke tanah yang ada dikawasan tersebut dan terbukti dalam waktu 20 menit, tanah belum mampu menyerap air sepenuhnya hal ini menunjukan kecendrungan tanahnya relatif basah dan lembab. Struktur tanahnya adalah tanah gambut dengan tekstur yang relative lunak, basah dan lembab serta mengandung unsure hara yang konsentrasinya relative tinggi akibat dari pembusukan srasah-srasah yang berasal dari mangrove itu sendiri.

Sampah yang terdapat dikawasan hutan mangrove tersebut dominan sampah plastic dan sampah daun yang menimbulkan bau tak sedap. Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya vegetasi hutan mangrove tetapi juga biota-biota di dalamnya, jika hal ini terus berlangsung tanpa ada penanganan yang serius maka dikawatirkan akan menyebabkan kematian terhadap vegetasi mangrove serta ekosistem pendukungnya.

Air di kawasan suwung denpasar kualitasnya tergolong cukup baik, kondisi ini dapat diamati dari beberapa indicator seperti : Banyaknya jenis organisme yang terdapat di daerah perairan mangrove, pH air yang yang berkisar antara (6,5-7) yang menunjukan kenetralan air, Warna air yang kami amati di kawasan Suwung Denpasar adalah cokelat ke abu-abuan. Dan arus air di kawasan hutan mangrove relative tenang bahkan airnya cendrung tergenang.

Data hasil penelitian juga dilengkapi dengan hasil wawancara, seperti disajikan pada tebl berikut:

Aspek Kajian

No

Pertanyaan

Jawaban Pengelola

Eksistensi BPHM

1

Bgm sejarah berdirinya BPHM

Dimulai dari rusaknya hutan tropis di Asia,ketika ditinjau ternyata hutan Mangrove di Bali mengalami kondisi yang sangat kritis. Pada tahun 1992 diadakan rehabilitas dan alih fungsi lahan Itambak menjadi hutan konservasi dalam bentuk proyek BAPEMDAS. Setelah tahun 1999 menguasai tehnis yang berhubungan dengan rehabilitasi mangrove. Pada tahun 2001-2005 dijadikan sebagai pusat informasi. Pada tahun 2007 dikukuhkan sebagai Balai Pengelolaan Hutan Mangrove. Untuk wilayah satu yaitu mencakup seluruh wilayah Indonesia minus Sumatra dan Kalimantan. Untuk wilayah dua mengepalai Kalimantan dan Sumatra. Sumber dana didapat dari JICA jepang dalam bentuk Grand bekerja sama dengan Departemen Kehutanan.

3

Bgm garis komando BPHM

BPHM a Dephut Pusat (Budget dan pendanaan)

BPHM a Pemda Prov Bali (Jumlah kunjungan kegiatan penanaman dan kegiatan rehabilitasi)

4

Bgm pendanaanya

ü Dana dari Departemen kehutanan

ü Bantua dari JICA ( Japan International Corporation Agency)

5

Bgm tahap2 pengelolaan yang dilakukan BPHM

ü Pembibitan (mengumpulkan dan memilah biji mangrove yang akan di jadikan sebagai bibit)

ü Persemaian (menumbuhkan biji tersebut di kolam persemaian)

ü Penanaman (melakukan penenaman terhadap bibit yang sudah siap tanam di lokasi rehabilitasi)

ü Pengawasan (mengawasi pertumbuhan dan peerkembangan bibit yang ditanam)

ü Rehabilitasi (mengganti tanaman yang sudah mati dengan tanaman yang baru)

6

Siapa yang bertanggung jawab pada pengelolaan BPHM

ü Masyarakat (bertanggung jawab memelihara lingkungan di sekitar kawasan Hutan Mangrove Suwung Denpasar)

ü Pemerintah (bertanggung jawab menerbitkan peraturan yang mengakomodasi pelestarian terhadap kawasan hutan mangrove)

ü Pihak Swasta (Bertanggung jawab untuk ikut menjaga hutan mangrove dengan tidak membuang sampah sisa indutri yang dapat mengganggu ekosistem hutan mangrove)

7

Apa saja Produk yang dihasilkan

ü Buahnya biasa dimanfaatkan untuk bahan kosmetik

ü Bijinya bias diolah untuk makanan namun harus melalui berbagai tahapan

ü Kayu yang sudah kering dimanfatkan sebagai hiasan

ü Bunganya dimanfaatkan sebagai pakan lebah yang kemudian diolah menjadi madu lebah

10

Bgm dukungan pemerintah, masyarakat, dan swasta

Dukungan dari masyarakat cukup tinggi mereka ikut serta dalam pelestarian hutan mangrove tersebut dengan tidak menebang kayu mangrove sembarangan dan ikut dalam penanaman bibitnya.

11

Kendala apa saja yang dihadapi

Kendala yang dihadapi dalam pelestarian Hutan Mangrove yaitu sampah-sampah limbah kiriman dari sungai dan laut yang ada di kawasan suung Denpasar. Limbah-limbah minyak kiriman dari tanjung Benua juga menjadi kendala dalam pelestarian hutan Mangrove.

Bagaimana upaya untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi

ü Untuk mengatasi masalah sampah pihak pengelola membuat sebuah Trap sampah untuk mencegah masknya sampah dari sungai ke kawasan hutan mangrove

ü Untuk mengatasi masalah pengerusakan kawasan hutan mangrove pengelola menerapkan pengawasan dan aturan yang ketat terhadap setiap pengunjung untuk mencegah terjadinya hal-hal yang merusak kelestarian hutan mangrove seperti : 1) dilarang membuang sampah sembaranga, 2) merokok, 3) Bersuara keras, 4) Dilarang merusak jalur tracking, 5) Dilarang mematahkan dahan, 6) dilarang melakukan corat-coret

12

Bgm peranan terhadap dunia pendidikan

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove dijadikan sebagai pusat informasi, media pendidikan lingkungan dan tempat penelitian dari instansi pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga mahasiswa.

13

Adakah institusi lain diluar SMA N 1 banjar yang pernah melakukan kunjungan ke institusi ini

Ada . Banyak institusi yang melakukan kunjungan ke BPHM dalam rangka penulisan karya ilmiah maupun penelitian misalnya SMA N 1 Sukawati, Mahasiswa dari universitas yang ada di lampung dan beberapa institusi ari luar negeri utamanya dari Jepang

14

Apa saja yang mereka kaji disini

Mereka mengkaji tentang ekosistem hutan mangrove, peranan hutan Mangrove bagi kawasan pantai dan mengkaji hutan mangrove itu sendiri.

15

Adakah usaha dari BPHP untuk melakukan sosialisasi pd masyarakat mengenai pentingnya pelestarian hutan mangrove

Ada, BPHM mengadakan sosialisasi dengan masyarakat tentang pengolahan sampah dan pemanfaatan buah mangrove tersebut.sampahnya diolah menjadi pupuk organic dan non organic.buahnya dapat dimanfaatka sebagai bahan makanan tetapi memerlukan pengolahan yang lama.Bentuk lain dari sosialisasi yang dilakukan BPHM adalah melakukan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana teknis pembibitan mangrove dan masyarakat langsung diajak terjun melakukan penanaman mangrove di lokasi

16

Bagaimana upaya pembibitan yang dilakukan BPHM

Pembibitanya dan persemaiannya 4-5 bulan untuk siap tanam, waktu penyemaian berbeda sesuai jenisnya. Untuk tegakan alami tidak perlu dilakukan pembibitan karena buah yang matang akan dengan sendirinya tumbuh di sekitar pohon mangrove.

16

Metode apa yang digunakan BPHM untuk melakukan proses pelestarian HM

ü Rehabilitasi (Pengelola membibitkan mangrove secara alami yang bibitnya diambil langsung dari lokasi)

ü Swadaya dari masyarakat (masyarakat diajak melakukan kegiatan pelestarian dari mulai pembersihan sampah, penanaman sampai pengawsan terhadap kelestarian hutan mangrove)

17

Hasil yang diperoleh dari hutan mangrove dimanfaatkan menjadi apa saja

ü Bunganya dimanfaatkan lebah madu kemudian diproses menjadi madu.

ü Ranting-rantingnya yang sudah kering dimanfaatkan untuk hiasan (pajangan)

ü Akarnya berfungsi sebagai pencegah abrasi, benteng terhadap Tsunami dan tempat hidup aneka biota seperti udang, kepiting, ikan reptile, dan berbgai jenis burung.

18

Peralatan apa saja yang dimiliki oleh BPHM dalam mendukung upaya pelestarian hutan mangrove

ü Media penyemaian

ü Bird watching tower

ü Boat riding

ü Canoeing

ü Guided board walking

ü Term hut

ü Mangrove boardwalk

ü Little egret tower

19

Bagaimana system pengawasan BPHM terhadap kawasan hutan mangrove

Pengawasannya diatur oleh departermen hutan pusat.dan BPHM wajib melakukan laporan tiap tahunnya kepada departermen kehutanan pusat Jakarta.

20

Adakah hal yang baru di BPHM

Sesuatu yang baru dari BPHM adalah pembudidayaan nipah( nypa frutycan) dan pembudidayaan madu.

4.2 Pembahsan

4.2.1 Eksistensi Balai Pengelolaan Hutan Mangrove

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I Denpasar adalah balai konservasi hutan mangrove yang mengepalai kawasan hutan mangrove yang ada di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera dan Kalimantan. Balai ini dibentuk sebagai respon terhadap keprihatinan berbagai pihak terhadap kondisi hutan mangrove yang ada di Indonesia. Potensi hutan mangrove yang ada di Indonesia sebenarnya sangat luar biasa. Tercatat bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia namun ironisnya kerusakan yang terjadi pada hutan mangrove Indonesia justru yang paling parah di dunia terlebih lagi hutan mangrove yang ada di Bali sudah digolongkan dalam keadaan yang kritis.

Berkaitan dengan hal tersebut maka pada tahun 1992 diadakan rehabilitas dalam bentuk proyek BAPEMDAS dimana kawasan Suwung Denpasar yang sebelumnya adalah kawasan tambak di alih fungsikan menjadi kawasan konservasi mangrove. Setelah tahun 1999 menguasai aspek-aspek tehnis yang berkaitan dengan pelestarian hutan mangrove maka pada tahun 2001-2005 tempat ini diubah fungsinya sebagai pusat informasi mangrove, kemudian pada tahun 2007 dikukuhkan sebagai Balai Pengelolaan Hutan Mangrove sampai sekarang.

Dalam pelaksanaan proyek pelestarian hutan mangrove di wilayah Suwung Denpasar selain dari Dephut, Balai Pengelolaan Hutan Mangrove juga mendapatkan bantuan ari JICA (Japan International Corporation Agency) yaitu suatu yayasan yang konsen terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. Dana tersebut digunakan membuat sarana-prsarana yang dipandang perlu untuk pelestarian hutan mangrove khususny dikawasan Suwung Denpasar. Sarana prasarana yang dibangun antara lain 1) Gedung Kantor Balai Pengelolaan Hutan Mangrove di wilayah Suwung Denpasar. 2) Fasilitas jembatan yang digunakan untuk menelusuri kawasan hutan mangrove 3) Tempat pembibitan tanaman mangrove dari mulai berbentuk bibit sampai siap tanam. 4) Fasilitas Bird watching Tower yaitu menara yang digunakan untuk mengamati burung yang ada di kawasan hutan mangrove. 5) Biaya operasional dalam upaya pelestarian kawasan hutan mangrove Suwung Denpasar.

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I Denpasar bertanggung jawab merehabilitasi, mengawasi, melakukan riset yang berkaitan dengan mangrove serta mensosialisasikan arti pentingnya hutan mangrove pada masyarakat. Metode yang digunakan oleh BPHM dalam upaya pelestarian hutan mangrove adalah metode rehabilitasi dan swadaya masyarakat. Metode rehabilitasi maksudnya BPHM melakukan rehabilitasi kawasan hutan mangrove muli dari pembibitan sampai dengan penanaman, selain itu BPHM juga menambah keanekaragaman jenis tanaman yang ada di sana dengan mengembangbiakkan tanaman mangrove dari daerah lain yang dianggap cocok untuk di kebangkan di Bali. Metode swadaya masyarakat maksudya masyarakat diberikan penyuluhan mengenai arti pentingnya hutan mangrove, keuntungan yang bisa diperoleh dari mangrove cara pembibitan tanaman mangrove dan cara pengolahan produk-produk dari hutan mangrove. Selain itu masyarakat juga diajak melakukan pembersihan dan penanaman di kawsan hutan mangrove. Hal ini diharapkan akan menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat terutama yang ada di sekitar kawasan hutan mangrove untuk lebih mencintai dan melestarikan kawasan hutan mangrove apabila hal tersebut telah dapat terlaksana maka pelestarian hutan mangrove utamanya di kawasan Suwung Denpasar adalah sebuah keniscayaan.

Dalam perjalanannya tidak sedikit masalah yang dihadapi balai pengelolaan hutan mangrove wilayah I Denpasar. Terutama masalah sampah dan limbah minyak dari pelabuhan Benoa. Ini menjadi suatu hal yang sangat ironis manakala BPHM ingin melestarikan kawasan hutan mangrove masyarakat malah membuang sampah ke sungai yang pada akhirnya terhanyud sampai ke kawasan hutan mangrove. Untuk mengatasi hal tersebut pihak pengelola mengaku telah melakukan berbagai upaya untk menanggulangi masalah sampah seperti membuat Trap Sampah dan juga melakukan sosialisasi pada masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove mengenai pentingnya hutan mangrove dan berbagai keuntungan yang bisa diperoleh apabila hutan mangrove dilestarikan. Namun kenyataannya sampai sekarang sampah dari masyarakat masih terus mencemari kawasan hutan mangrove, ini tentu akan menjadi pekerjaan rumah tidak aja bagi BPHM namun juga bagi pemerintah daerah karena karena pelestarian hutan mangrove menjadi tanggung jawab semua pihak.

4.2.2 Kondisi Hutan Mangrove di Kawasan Suwung Denpasar

Kondisi hutan mangrove yang terdapat di kawasan Suwung Denpasar tergolong sangat baik, mengingat bahwa luas hutan mangrove yang termasuk ke dalam wilayah taman hutan konservasi mencapai ± 130 Ha sedangkan luas hutan mangrove secara keseluruhan mencapai ±1300 Ha. Kawasan hutan mangrove di Suwung Denpasar memiliki lebih dari 30 jenis mangrove dan banyak jenis hewan dari mulai mamalia, kepiting, udang, reptile burung dan masih banya lagi. Struktur tanah di kawasan hutan mangrove adalah tanah gambut, sehingga dapat dipastikan akar tumbuhan mangrove seperti Rhizopoda Mucronata dan Rhizopoda Apiculata yang mempunyai tipe akar jangkar dapat dengan mudah menemus lapisan tanah guna mengamankan tanah dari ancaman abrasi dan penghanyudan lumpur pada saat terjadi peristiwa pasang surut (Davis, Claridge dan Natarina, 1995). Bahkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa mangrove dapat mangurangi dampak dari glombang Tsunami hal ini dapat dibuktikan dari kasus Tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004, dimana pulau-pulau di Aceh yang tertutup hutan mangrove relative aman dari gempuran Tsunami. Dilaporkan bahwa pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik, cenderung kurang terkena dampak gelombang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono, 2005). Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi dengan energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya oleh hutan mangrove menjadi 0,73 m (Pratikno et al., 2002). Hasil penelitian Istiyanto et al. (2003) yang merupakan pengujian model di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui rumpun tersebut. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa keberadaan mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang tsunami yang menerjang pantai. Mazda dan Wolanski (1997) serta Mazda dan Magi (1997) menambahkan bahwa vegetasi mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang dengan cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove. Hal ini tentu sangat relevan dengan kondisi perairan di kawasn Suwung Denpasar kerena kawasan ini adalah kawasan yang berpotensi untuk dilanda Tsunami.

Selain itu diyakini bahwa akar mangrove dapat menyaring nutrisi-nutrisi yang diperlukan oleh ikan dan udang untuk berkembang biak hal ini dapat diamati dari adanya korelasi positif antara luas tanaman mangrove dengan jumlah ikan, udang dan kepiting yang ada di kawasan tersebut. Mangrove juga berperan dalam upaya pengendapan lumpur yang terbawa aliran sungai, pada lumpur ini biasanya terkandung berbagai racun dan zat berbahaya yang dapat mengancam kelestarian lingkunan disinilah peranan penting dari akar mangrove karena akar mangrove dapat menyerap berbagai polutan tersebut seperti jenis Rhizophora mucronata dapat menyerap 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu (Darmiyati et al., 1995), dan pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb ³ 15 ppm, Cd ³ 0,5 ppm, Ni ³ 2,4 ppm (Saepulloh, 1995) sehingga dapat disimpulkan apabika kawasan hutan mangrove lestari kualitas air dan tanah dikawasan Suwung Denpasar dapat terjaga.

4.2.3 Kondisi Daerah Pasang Surut di Kawasan Suwung Denpasar

Daerah pasang surut adalah daerah peralihan antara daerah daratan dengan daerah lautan. Sehingga apabila terjadi peristiwa pasang air laut maka daerah ini akan terendam oleh air laut. Biasanya daerah ini terdapat di muara sungai yang berbatasan langsung dengan laut.

Dari hasil pengamatan penulis di lapangan kondisi daerah pasang surut di kawasan hutan mangrove Suwung Denpasar relative masih sangat baik. Hal ini dapat dlihat dari berbagai indicator yang penulis gunakan untuk menentukan kualitas daerah pasang srut di kawasan hutan mangrove seperti: Kondisi pantainya yang relative bersih tidak terlihat adanya sampah berserakan, tidak ada pencemaran limbah, lumpurnya tidak tercemar oleh sampah. Airnya relative jernih dan banyak organisme yang ditemukan di sekitaran pantai. Ha ini meunjukan bahwa kondisi pantai masih baik karena jumlah organism yang ditemukan akan berkorelasi positif dengan kualitas lingkungan.

4.2.4 Kondisi Air di Kawasan Suwung Denpasar

Kondisi air di kawasan Suwung Denpasar dapat digolongkan cukup baik, namun di beberapa lokasi peneliti mendapati masih banyak sampah yang menggenamg di kawasan perairan. Menurut pengelola sampat tersebut merupakan akibat dari aktifitas warga di sekitar kawasan Suwung Denpasar. Padahal pengelola sudah menerapka system Trap Sampah untuk mencegah masuknya sampah ke kawasan hutan mangrove, namun kenyataannya sampah masih terdapat di kawasan hutan mangrove. Menurut pengelola sampah tersebut adalah sampah tersebut adalah sampah yang timbul dari peristiwa pasang surut air laut. Jadi sampah yang masuk ke laut terbawa oleh pasang sampai memasuki kawasan hutan mangrove. Sampah ini mengalami pembusukan yang kurang sempurna sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap dan menggangu pengunjung. Apabila hal ini terus berlanjut maka di khawatirkan akan mengganggu ekosistem yang ada di kawasan hutan mangrove tersebut.

Aspek lain yang menjadi perhatian peneliti dalam mengamati kondisi air di kawasan hutan mangrove Suwung Denpasar adalah pH. Dalam hal ini peneliti melakukan pengujian pH air di dua lokasi yang berbeda yang pertama adalah di kawasan perairan yang ada di hutan mangrove dan perairan yang ada di dekat pantai hutan mangrove. Di kawasan hutan peneliti mendapatkan bahwa pHnya berkisar antara 5,8-6,5, sedangkan pH di kawasan dekat pantai berkisar antara 6,5-7. Dari hasil ini dapat di simpulkan bahwa keberadaan hutan mangrove dapat mengurangi laju pengasaman tanah karena vwgwtasi mangrove dapat mengatur kandungan garam di lingkungannya yang berakibat pada keseimbangan pH air yang ada di kawasan Suwung Denpasar.

Dalam penelitian ini peneliti juga mengamati adanya gundukan tanah yang terlihat di muara-muara sungai hutan mangrove. Menurut pengelola gundukan tanah ini selain diakibatkan oleh adanya vegetasi mangrove juga diakibatkan oleh aktifitas oeganisme seperti udang dan kepiting. Hal ini tentu merupakan hal yang sangat baik mengingat bahwa ada kemungkinan lumpur yang mengendap di muara sungai hutan mangrove tersebut mengandung polutan atau zat-zat pencemar yang berbahaya bagi biota laut bila sampai lumpur tersebut terhanyud sampai ke laut. Disinilah arti pentingnya hutan mangrove dalam menjaga kualitas lingkungan alam coba saja kita bayangkan apabila tidak ada hutan mangrove maka segala zat-zat pencemar yang dibuang ke sungai semuanya akan terhanyud dan terakumulasi di laut, ini tentu merupakan suatu yang sangat berbahaya karena dapat mengancam kehidupan biota laut.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan simpulan:

1) Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Suwung Denpasar adalah salah satu balai yang berperan dalam melakukan pelestarian, penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan hutan mangrove yang tidak saja mencakup wilayah Bali namun juga seluruh wilayah Indonesia terkecuali Sumatra dan Kalimantan.

2) Kondisi hutan mangrove yang terdapat di kawasan Suwung Denpasar tergolong cukup lestari. Hal ini dapat diamati dari luas hutannya yang mencapa ±130 Ha, dan vegetasi hutannya yang terpelihara dengan baik (lebih dari 30 jenis mangrove dan banyak jenis hewan),

3) Kondisi daerah pasang surut di kawasan suwung denpasar tergolong baik, terlihat dari tidak ditemukannya sampah di sepanjang daerah pasang surut, kondisi phnya (5,8-6,5) sehingga cendrung netral, kondisi airnya yang cukup jernih dan banyaknya ditemukan organisme di kawasan tersebut.

4) Kondisi air di kawasan hutan mangrove suwung denpasar tergolong sedang karena dilihat dari beberapa indicator seperti kondisi pHnya yang berkisar antara (5,8-6,5), banyaknya sampah yang terdapat di kawasan tersebut seperti sampah plastic dan sampah daun, bau amis yang ditimbulkan oleh air di kawasan tersebut akibat pembusukan sampah yang tidak sempurna

5.2 Saran-Saran

1) Kegiatan karya wisata adalah salah satu kegiatan yang dapat menambah pengetahuan sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan menghubungkan ilmu yang diperoleh dengan kehidupan nyata sehari-hari dikalangan siswa SMA N 1 Banjar oleh krena itu siswa diharapkan melaksanakan kegiatan secara sungguh-sungguh dan lebih bertanggung jawab agar dapat memproleh hasil yang lebih berkualitas.

2) Dalam kegiatan karya wisata ini peran pembimbing masih sangat diperlukan, oleh karena itu pembimbing diharapkan dapat lebih focus dan serius di dalam memberikan bimbingan kepada siswa peserta karya wisata. Sehingga siswa dapat memperoleh informasi mengenai penyusunan karya tulis ilmiah dan guru mendapat kesempatan untuk mentranformasikan ilmu yang diperoleh.

3) Kegiatan karya wisata adalah kegiatan yang sangat bermanfaat karena dapat menambah pengetahuan siswa dalam menghubungka ilmu yang diperoleh dengan kehidupannyata sehari-hari oleh karena itu kepada sekolah disarankan agar dapat melaksanakan kegiatan karya wisata ini secara berkelanjutan dengan persiapan yang lebih matang sehingga kualitas produk yang dihasilkan dapat terus ditingkatkan.

4) Kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan kawasan hutan mangrove agar dapat membedakan kualifikasi pengunjung, apabila kunjungannya dilakukan dapam konteks memperluas ilmu pengetahuan dan bidang pendidikan maka kami sarankan agar pengelola tidak mengenakan retribusi dan apabila kunjungan berkaitan dengan kegiatan rekreasi dapat dikenakan retribusi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem, Jaga Kelestarian Ekosistem Hutan Bakau Bangka Belitung. http://my-curio.us/?p=1050, http://www.gatra.com. Diunduh tanggal 16 Desember 2009.

Anonim. 2009. Rintisan Bertopik Lingkungan. http://id.wikipedia.org/wiki/ Lingkungan Diundu tanggal 16 Desember 2009.

Anonim. 2009. Hutan Mangrove dan Segala Fungsinya.

Anwar, chairil. Dkk. 2006. Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. www. PDF Data Base. Com diunduh tanggal 15 Desember 2009.

Arya, WW. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta. ANDI.

Djamil, Abdoel R. 2004. Persepsi Masyarakan Desa Pantai Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove. www. PDF Data Base.. diunduh tgl. 17 Desember 2009.

Jurson, Hari. 2009. Potensi Ekonomi Hutan Mangrove. http://lppm.rumahkucing.com/index.php?option=com_content&view=frontpage&Itemid=1 diunduh tanggal 18 Desember 2009.

Kartasaportra.dkk. 2005. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Jakarta. PT. Rineka Cipta

M. Fahuchri, dkk.1978. Perikanan Tiram di Sekitar Hutan Mangrove perairan Gagara Menyan, Pemanukan. www. PDF Data Base.com. diunduh tgl 16 Desember 2009.

Purwoko, Agus. Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pantai Di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/? id=17&task=hsub . Diunduh tgl. 18 Desember 2009.

Soeroyo.1992. Sifat, Fungsi, dan Peranan Hutan Mangrove. www. PDF Data Base.com. Diunduh tanggal 18 Desember 2009.

Sudarmadji. 2004. Deskripsi Jenis-jenis Anggota Suku Rhizophoraceae di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur. www. PDF Data Base.com. diunduh tanggal 15 Desember 2009.

Sudiarsa, I Wayan. 2004. Air Untuk Masa Depan. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Wiraman, SS. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta. Grasindo

Label:

posted by admin @ 07.09  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
Kepala Sekolah
Photobucket  
Berita Terkini
Dokumen
Rujukan
© SMAN 1 BANJAR, BULELENG Blogger Templates by ICT Team